BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Inflasi merupakan masalah ekonomi di seluruh Negara. Menurut pengalaman di berbagai Negara yang mengalami inflasi adalah terlalu banyaknya jumlah uang yang beredar, kenaikan upah, krisis energi, defisit anggaran, dan masih banyak penyebab dari terjadinya inflasi..Salah satu penyakit dalam suatu perekonomian yang dialami oleh Negara berkembang adalah upaya menjaga kestabilan makro ekonomi secara luas, khususnya dalam menjaga inflasi. Seperti penyakit, inflasi timbul karena berbagai alasan. Sebagian inflasi timbul dari sisi permintaan, sebagian lagi dari sisi penawaran. Secara teoritis, pengertian inflasi merujuk pada perubahan tingkat harga (barang dan jasa) umum yang terjadi secara terus menerus akibat adanya kenaikan permintaan agregat atau penurunan penawaran agregat. Untuk itu inflasi harus dapat segera diatasi, karena inflasi yang buruk akan mengurangi investasi diikuti dengan berkurangnya kegiatan ekonomi, dan menambah pengangguran, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi.
(Sudono sukirno, 1981:17).
Dalam Surat kabar Suara Merdeka Senin, 07 November 2005, kondisi perekonomian indonesia pada triwulan III-2005 diwarnai oleh tekanan pada nilai tukar rupiah dan tingginya harga minyak internasional yang berkelanjutan, diiringi peningkatan ekspektasi inflasi masyarakat. Demikian pula menurut laporan Bank Indonesia, perekonomian indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap stabilitas makro ekonomi meningkat. Tingginya harga minyak dunia dan ekspansi ekonomi domestic yang bertumpu pada impor telah menimbulkan tekanan yang besar terhadap kondisi neraca pembayaran dan pengeluaran subsidi Bahan Bakar Minyak pemerintah. Dari sisi moneter, kondisi tersebut telah menyebabkan tekanan terhadap pelemahan nilai tukar rupiah yang meningkat, sementara inflasi masih relatif tinggi salah satunya karena dampak meningkatnya ekspektasi inflasi. Bank Indonesia memandang bahwa meningkatnya ekspektasi inflasi dan depresiasi nilai tukar rupiah tersebut dapat meningkatkan resiko ketidakstabilan makro ekonomi yang dapat mengganggu keberlangsungan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Masih berperannya inflasi periode lalu (ekspektasi adaptif) pada pembentukan ekspektasi inflasi masyarakat menunjukkan pentingnya peningkatan efektifitas kebijakan moneter dalam pengendalian inflasi. Studi tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat mempertimbangkan langkah-langkah kebijakan moneter Bank Indonesia dan membentuk ekspektasi inflasi dari realisasi inflasi yang terjadi. Dengan demikian, apabila efektifitas kebijakan moneter tersebut mampu ditingkatkan dan berhasil menekan inflasi ke tingkat yang rendah, maka ekspektasi inflasi juga akan menurun dan dengan demikian akan semakin mendukung efektifitas kebijakan moneter dalam pengendalian inflasi tersebut. Di sisi lain, pengaruh nilai tukar terhadap pembentukan ekspektasi inflasi cenderung bersifat asimetris. Bagi perusahaan, terdapat rigiditas harga ke bawah dalam pola pembentukan harga oleh perusahaan, dalam arti perusahaan cenderung enggan menurunkan harga dalam hal terjadi apresiasi nilai tukar rupiah. Sebaliknya, depresiasi nilai tukar melebihi suatu tingkat tertentu akan diikuti dengan kenaikan harga oleh perusahaan. Dari sisi rumah tangga, perilaku asimetris juga terjadi pada pembentukan ekspektasi inflasinya, dalam arti depresiasi akan diikuti dengan kenaikan ekspektasi inflasi sementara apresiasi tidak selalu diikuti dengan penurunan ekspektasi inflasi. Bukti empiris ini semakin menekankan pentingnya Bank Indonesia untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, baik karena pengaruhnya terhadap pembentukan ekspektasi inflasi maupun pertimbangan pengaruhnya baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap inflasi.
Berdasarkan catatan Bank Indonesia melalui tabel 1.1 dapat dilihat bahwa tingkat inflasi di Sulawesi Utara dari triwulan I-2001 sampai triwulan IV-2005 mengalami fluktuasi, hal itu disebabkan karena fluktuasi nilai tukar rupiah dan tingkat ekspektasi masyarakat. Khusus pada tahun 2005 triwulan III kurs rupiah mengalami pelemahan yang tajam, dari Rp. 9.713 per USD pada triwulan ke II menjadi Rp. 10.310 per USD. Salah satu penyebabnya adalah adanya sentiment negatif dari persepsi pasar atas kondisi fiskal pemerintah dalam menanggung besarnya subsidi BBM akibat tingginya harga minyak. Ekspektasi inflasipun mengalami peningkatan akibat melemahnya nilai tukar pada triwulan tersebut. Dengan demikian dapat dilihat bahwa tingkat inflasi IHK tidak hanya dipengaruhi dengan nilai tukar saja, tetapi juga dengan tingkat ekspektasi masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan betapa pentingnya pengkajian masalah inflasi di lakukan di Sulawesi Utara, terutama dikaitkan dengan variabel-variabel yang mempunyai pengaruh terhadap tingkat inflasi seperti nilai tukar rupiah dan ekspektasi inflasi.
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah pokok dalam penelitian ini, yaitu : “ Bagaimanakah pengaruh nilai tukar rupiah dan ekspektasi inflasi terhadap Inflasi IHK di Sulawesi Utara ?”
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh ekspektasi inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap tingkat inflasi di Sulawesi Utara.
2. Untuk mengetahui hubungan ekspektasi inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap tingkat inflasi di Sulawesi Utara.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu :
1. Sebagai bahan masukan atau informasi kepada para pengambil keputusan, terutama kepada pemerintah daerah Sulawesi Utara maupun instansi terkait, dalam menentukan langkah-langkah kebijaksanaan, khususnya menyangkut masalah inflasi.
2. Sebagai bahan referensi dan pembanding bagi para peneliti yang lain yang ingin meneliti variabel-variabel lain yang turut mempengaruhi inflasi.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
0 komentar:
Posting Komentar