Hakikat Kemampuan Menulis Karangan Narasi
A. Pengertian Kemampuan
Dalam proses pembelajaran diperlukan adanya kemampuan. Kemampuan awal siswa adalah prasarat yang diperlukan siswa utuk mengikuti proses belajar mengajar yang akan diikuti selanjutnya. Kemampuan awal siswa dapat dijadikan titik tolak untuk membekali siswa agar dapat mengembangkan kemampuan baru.
Menurut Chaplin “ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan”. Sejalan dengan pendapat tersebut, Sudrajat menganalogikan kemampuan dengan kata kecakapan. Menurut Robbins “Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek”.
Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan (ability) adalah kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir, hasil latihan, atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang ditunjukkan melalui tindakannya.
Lebih lanjut Robbins, menyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu:
1. Kemampuan intelektual (intelectual ability) merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam melakukan aktivitas secara mental.
2. Kemampuan fisik (physical intellectual) merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam melakukan aktivitas berdasarkan stamina, kekuatan, dan karakteristik fisik.
Berdasarkan kedua faktor tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan dipengaruhi oleh kedua faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Begitu juga dengan kemampuan menulis bermula dari kemampuan intelektual maupun kemampuan fisik. Dalam kegiatan menulis kedua faktor ini akan saling mempengaruhi satu sama lain.
B. Pengertian Menulis
Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat medianya (Suparno dan Yunus, 2008: 1.3). Sementara Tarigan (2008: 22), menyatakan, menulis adalah menemukan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Menurut Byrne dalam Slamet (2007: 141) mengungkapkan bahwa keterampilan menulis pada hakikatnya bukan sekedar kemampuan menulis simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata dapat disusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, melainkan keterampilan menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil.
Menulis adalah proses pembelajaran aktif yang dijadikan kunci untuk meningkatkan komunikasi (baik tertulis maupun lisan) dan berpikir, menulis adalah proses sosial dalam bentuk formal maupun informal, dan menulis adalah kegiatan utama (walaupun tidak eksklusif) dalam kegiatan sosial.
Menurut Lado (dalam Tarigan, 2008: 22) mengatakan bahwa: menulis adalah kegiatan mengungkapkan pikiran ke dalam bentuk simbol-simbol grafik untuk menjadi kesatuan bahasa yang dimengerti, sehingga orang lain dapat membaca simbol-simbol bahasa tersebut.
Begitu pula menurut Hernowo (2002: 116) bahwa menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan. Dengan demikian, menulis merupakan serangkaian kegiatan untuk mengemukakan suatu ide atau gagasan dalam bentuk lambang bahasa tulis agar dapat dibaca oleh orang lain.
Dalam kegiatan menulis, diperlukan adanya kompleksitas kegiatan untuk menyusun karangan secara baik yang meliputi: 1) keterampilan gramatikal, 2) penuangan isi, 3) keterampilan stilistika, 4) keterampilan mekanis, dan 5) keterampilan memutuskan (Heaton dalam Slamet, 2007: 142). Sejalan dengan hal tersebut kemampuan menulis menurut Akhadiah dkk. (1994: 2) merupakan kemampuan yang kompleks, yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Sehubungan dengan kompleksnya kegiatan yang diperlukan untuk kegiatan menulis, maka menulis harus dipelajari atau diperoleh melalui proses belajar dan berlatih dengan sungguh-sungguh.
DePorter dan Hernacki (2003: 179) menjelaskan bahwa menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri (logika). Dalam hal ini yang merupakan bagian logika adalah perencanaan, outline, tata bahasa, penyuntingan, penulisan kembali, penelitian, dan tanda baca. Sementara itu yang termasuk bagian emosional ialah semangat, spontanitas, emosi, warna, imajinasi, gairah, ada unsur baru, dan kegembiraan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat didefinisikan menulis adalah serangkaian proses kegiatan yang kompleks yang memerlukan tahapan-tahapan, dan menuangkannya ke dalam bentuk tulisan sehingga pembaca dapat memahami isi dari gagasan yang disampaikan. Dengan kata lain bahwa menulis merupakan serangkaian kegiatan yang akan melahirkan pikiran dan perasaan melalui tulisan untuk disampaikan kepada pembaca.
Adapun unsur-unsur menulis dan manfaat menulis dapat dijelaskan di bawah ini:
1. Unsur-unsur Menulis
Dalam membuat sebuah tulisan, diperlukan beberapa unsur yang harus diperhatikan. Menurut Gie (1992: 17-18), unsur menulis terdiri atas gagasan, tuturan (narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi), tatanan, dan wahana.
a) Gagasan
Topik yang berupa pendapat, pengalaman, atau pengetahuan seseorang. Gagasan seseorang tergantung pengalaman masa lalu
atau pengetahuan yang dimilikinya.
b) Tuturan
Merupakan pengungkapan gagasan yang dapat dipahami pembaca. Ada bermacam-macam tuturan, antara lain narasi,
deskripsi, dan eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
c) Tatanan
Tatanan merupakan aturan yang harus diindahkan ketika akan menuangkan gagasan. Berarti ketika menulis tidak sekedar menulis harus mengindahkan aturan-aturan dalam menulis misalnya.
d) Wahana
Wahana juga sering disebut dengan alat. Wahana berupa kosakata, gramatika, retorika (seni memakai bahasa). Bagi penulis pemula, wahana sering menjadi masalah. Mereka menggunakan kosakata, gramatika, retorika yang masih sederhana dan terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut, seorang penulis harus memperkaya kosakata yang belum diketahui artinya. Seorang penulis harus rajin menulis dan membaca.
Sedangkan menurut David P. Haris (dalam Slamet, 2007: 108) proses menulis sekurang-kurangnya mencakup lima unsur, yaitu 1) isi karangan, 2) bentuk karangan, 3) tata bahasa, 4) gaya, 5) ejaan dan tanda baca. Isi karangan adalah gagasan dari penulis yang akan dikemukakan. Bentuk karangan merupakan susunan atau penyajian isi karangan. Tata bahasa adalah kaidah-kaidah bahasa termasuk di dalamnya pola-pola kalimat. Gaya merupakan pilihan struktur dan kosakata untuk memberi nada tertentu terhadap karangan itu. Ejaan dan tanda baca adalah penggunaan tata cara penulisan lambang-lambang bahasa tertulis.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa unsur-unsur menulis terdiri atas pengungkapkan gagasan, tuturan yang digunakan penulis dalam menyampaikan tulisannya, tatanan dalam penulisan, dan wahana yang berupa kosakata, serta ejaan dan tanda baca.
2. Manfaat Menulis
Menulis merupakan suatu kegiatan yang mempunyai banyak manfaat yang dapat diterapkan oleh penulis itu sendiri. Menurut Akhadiah dkk. (1994: 1-2) ada beberapa manfaat menulis antara lain yaitu:
a) Dengan menulis dapat lebih mengenali kemampuan dan potensi pribadi yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang ditulis.
b) Melalui kegiatan menulis dapat mengembangkan berbagai gagasan atau pemikiran yang akan dikemukakan.
c) Dari kegiatan menulis dapat memperluas wawasan kemampuan berpikir, baik dalam bentuk teoritis maupun dalam bentuk berpikir terapan.
d) Permasalahan yang kabur dapat dijelaskan dan dipertegas melalui kegiatan menulis.
e) Melalui tulisan dapat menilai gagasan sendiri secara objektif.
f) Dalam konteks yang lebih konkret, masalah dapat dipecahkan dengan lebih melaui tulisan.
g) Dengan menulis dapat memotivasi diri untuk belajar dan membaca lebih giat. Penulis menjadi penemu atau pemecah masalah bukan sekedar menjadi penyadap informasi dari orang lain.
h) Melalui kegiatan menulis dapat membiasakan diri untuk berpikir dan berbahasa secara tertib.
Dari pendapat diatas, jelas bahwa melalui menulis seseorang akan mampu mengenali potensi yang dimilikinya. Penulis akan mengetahui sampai dimana pengetahuannya tentang suatu topik atau bahan yang akan dibuat tulisan. Untuk mengembangkan topik tersebut, penulis harus berpikir, menggali pengetahuan dan pengalamannya.
Menulis sebuah karangan sederhana secara teknis dituntut memenuhi persyaratan dasar seperti kalau akan menulis karangan yang rumit. Dalam menulis karangan sederhana diperlukan adanya pemilihan topik, membatasinya, mengembangkan gagasan, menyajikannya dalam kalimat dan paragrap yang tersusun secara logis, dan sebagainya. Walaupun demikian, kemampuan menulis bukanlah milik orang yang mempunyai bakat dalam menulis saja. Dengan latihan yang sungguh-sungguh kemampuan tersebut dapat dimiliki oleh siapa saja yang berniat dalam mengungkapkan gagasannya dalam bentuk tulisan.
C. Pengertian Narasi
Narasi merupakan salah satu bentuk karangan yang diterapkan dalam proses pembelajaran yaitu dalam pelajaran bahasa Indonesia. Keraf (20101: 136) mengungkapkan bahwa narasi dapat dibatasi sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu waktu.
Sedangkan menurut Semi (1990: 32) narasi merupakan bentuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu. Atau dapat juga dirumuskan dengan cara lain: narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi berdasarkan urutan waktu. Hal ini berarti bahwa dalam menulis narasi yang perlu menjadi perhatian utama adalah urutan waktu dari sebuah wacana tersebut.
Menurut Slamet (2007: 103), narasi adalah ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Sasarannya adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase, urutan, langkah, atau rangkaian terjadinya suatu hal. Sementara, menurut Wibowo (2001: 59) narasi adalah bentuk tulisan yang menggarisbawahi aspek penceritaan atas suatu rangkaian peristiwa yang dikaitkan dengan kurun waktu tertentu, baik secara objektif maupun imajinatif.
Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa narasi merupakan suatu bentuk karangan yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu. Sebab itu, unsur yang paling penting dalam sebuah narasi adalah unsur perbuatan dan tindakan. Selain itu, narasi dapat juga mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu. Oleh karenanya dapat dirumuskan dengan cara lain bahwa menulis narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang terjadi. Jadi, unsur utama sebuah narasi adalah tindak-tanduk atau perbuatan dalam suatu urutan waktu.
Setiap narasi memiliki plot atau alur cerita yang didasarkan pada kesambung-sinambungan peristiwa-peristiwa dalam narasi dalam hubungan sebab akibat. Keraf (2010: 146) menggambarkan alur narasi pada gambar 1 sebagai berikut:
Dari gambar di atas terdapat garis yang tidak rata, hal ini menggambarkan bahwa pada alur tersebut merupakan gambaran bahwa selain klimaks utama cerita, masih ada klimaks-klimaks kecil yang membangun cerita.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa alur narasi merupakan urutan serangkaian peristiwa dalam sebuah cerita yang saling mengaitkan kisah-kisah kecil yang terikat dalam dalam suatu kesatuan waktu.
Narasi memiliki ciri-ciri yang dapat dicermati oleh pembaca. Lebih lanjut Semi (1990: 33-34) mengungkapkan bahwa narasi mempunyai ciri penanda sebagai berikut:
1. Berupa cerita tentang peristiwa atau pengalaman manusia;
2. Kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, dapat berupa semata-mata imajinasi, atau gabungan keduannya;
3. Berdasarkan konflik. Karena, tanpa konflik biasanya narasi tidak menarik;
4. Memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampainnya bersifat sastra, khususnya narasi yang berbentuk fiksi;
5. Menekankan susunan kronologis (catatan: menekankan susunan ruang)
6. Biasanya memiliki dialog
Dari penjelasan di atas, tampak bahwa narasi memiliki ciri-ciri khusus, yaitu berkaitan dengan peristiwa atau pengalaman manusia yang benar-benar terjadi. Biasanya narasi berupa konflik, memiliki estetika, urut sesuai dengan kronologis, dan memiliki dialog. Bentuk tulisan narasi berusaha untuk menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa.
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan narasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Narasi
Menulis narasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Narasi ekspositoris adalah narasi yang menyampaikan informasi mengenai berlangsungnya suatu peristiwa (Keraf, 2010: 136), yang berarti bahwa narasi ekspositoris merupakan suatu narasi yang hanya mengisahkan suatu kejadian yang telah ada. Sementara itu narasi sugestif adalah suatu rangkaian peristiwa yang disajikan sekian macam sehingga merangsang daya khayal para pembaca (Keraf, 2010: 138), dalam hal ini bahwa narasi sugestif terjadi karena adanya serangkaian cerita yang dibumbuhi dengan imajinasi penulis. Supaya lebih jelas, maka di bawah ini dijelaskan dalam tabel perbedaan dari kedua narasi tersebut:
Tabel Perbedaan Narasi Ekspositoris dan Narasi Sugestif (Keraf, 2010: 138-139)
Narasi Ekpositoris | Narasi Sugestif |
1. Memperluas pengetahuan. 2. Menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian. 3. Didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan nasional. 4. Bahasanya lebih condong ke bahasa informatif dengan pengunaan kata-kata denotatif. | 1. Menyampaikan suatu makna atau makna secara tersirat. 2. Menimbulkan daya khayal. 3. Penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna. 4. Bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan penggunaan kata-kata konotatif. |
2. Penilaian Menulis Narasi
Tes kebahasaan merupakan hal yang wajib dilakukan oleh guru dalam pembelajaran bahasa. Melalui penilaian tersebut akan dapat diketahui hasil belajar siswa secara objektif. Penilaian akan mendapatkan hasil yang baik jika aspek-aspek yang dinilai dalam tulisan disajikan secara lebih rinci.
Kegiatan menulis melibatkan aspek penggunaan tanda baca dan ejaan, penggunaan diksi dan kosakata, penataan kalimat, pengembanagan paragraf, pengolahan gagasan dan pengembangan model karangan (Slamet, 2007: 209). Sehubungan dengan itu menurut Zaini Machmoed dalam Nurgiyantoro (2009: 305) menyatakan bahwa kategori-kategori pokok dalam mengarang meliputi: a. kualitas dan ruang lingkup isi, b. organisasi dan penyajian isi, c. gaya dan bentuk bahasa, d. mekanik: tata bahasa, ejaan, tanda baca, kerapian tulisan, dan kebersihan, dan e. respon efektif guru terhadap karya tulis. Sejalan dengan hal tersebut Harris dan Amran dalam Nurgiyantoro (2009: 306) mengemukakan bahwa unsur-unsur mengarang yang dinilai adalah content (isi, gagasan yang dikemukakan), form (organisasi isi), grammar (tata bahasa dan pola kalimat), style (gaya: pilihan struktur dan kosa kata), dan mechanics (ejaan). Apabila dilihat dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur utama dalam mengarang yang dinilai adalah kualitas isi karangan yang selanjutnya diikuti dengan organisasi, gaya bahasa, ejaan, dan tanda baca. Oleh karena itu, pembobotan atau skor penilaian untuk unsur utama dan terpenting ini memiliki porsi lebih besar bila dibandingkan dengan unsur yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA | COVER BUKU | DAPATKAN BUKUNYA |
Akhadiah, Sabarti dkk. 1994. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. | Belum Ada Cover | |
DePorter, Bobbi & Mike Hernacki. 2003. Quantum Learning. Jakarta: Kaifa. | ||
Gie, The Liang. 1992. Pengantar Dunia Karang Mengarang. Yogyakarta: Liberty. | Belum Ada Cover | |
Hernowo. 2002. Mengikat Makna. Bandung: Kaifa. | ||
Keraf, Gorys. 2010. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia. | ||
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Penilaian Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE. | ||
Semi, M. Atar. 1990. Menulis Efektif. Padang: Angkasa Raya Padang. | Belum Ada Cover | |
Suparno dan Mohamad Yunus. 2008. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka. | Belum Ada Cover | |
Slamet, St.Y. 2007. Dasar-Dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press. | Belum Ada Cover | |
Tarigan, H.G. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. | ||
Wibowo, Wahyu. 2001. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. | Belum Ada Cover |
0 komentar:
Posting Komentar