Pages

Kamis, 30 Oktober 2014

Skripsi Gratis Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Terhadap Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi Siswa

Rekan-rekan rujukan skripsi yang berbahagia, di hari yang berbahagia ini saya kembali mempostingkan sebuah tulisan yang berkaitan dengan keterampilan menulis karangan argumentasi. Dimana keterampilan menulis itu dapat ditingkatkan salah satunya dengan  menerapkan metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran yang digunakan dalam tulisan ini adalah Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS). Selain Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS), keterampilan menulis dapat juga ditingkatkan melalui berbagai cara. Silahkan baca juga Model Pembelajaran Snowball Throwing, Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining, Model Pembelajaran Role Playing, dan Model Pembelajaran Guide Note Taking (GNT)

MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING
MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING
MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING
MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING
MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING

Menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses pembelajaran yang dialami siswa selama menuntut ilmu di sekolah. Menulis memerlukan keterampilan karena diperlukan latihan-latihan yang berkelanjutan dan terus menerus terutama dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia yang mencakup aspek kemampuan yaitu; 1. keterampilan menyimak, 2. keterampilan berbicara, 3. keterampilan membaca, dan 4. keterampilan menulis.

Dengan menulis, seorang akan menempuh seluruh proses dalam berbahasa. Sebelum menulis, ia dituntut untuk menyimak, berbicara, dan membaca dengan baik. Demikian pula halnya dengan siswa, agar mampu menulis dengan baik ia dituntut mampu menyimak dengan baik setiap materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Ia harus mampu mengkomunikasikan kembali hasil penyimakkannya terhadap materi dengan bahasa lisan. Ia juga dituntut untuk membaca referensi terkait dengan apa yang akan ditulisnya.

Kebutuhan yang besar terhadap penguasaan keterampilan menulis tersebut tidak sejalan dengan minat dan motivasi siswa untuk dapat menguasai keterampilan menulis dengan baik. Terlebih lagi karangan argumentasi. Siswa sangat kesulitan ketika mendapat tugas untuk menulis karangan argumentasi.

Karangan argumentasi merupakan bentuk atau jenis tulisan yang paling banyak digunakan di dalam tulisan-tulisan ilmiah. Karangan ini bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat atau  kesimpulan dengan data atau fakta sebagai alasan atau  bukti. Dalam karangan ini, pengarang mengharapkan pembenaran pendapatnya dari pembaca. Adanya unsur opini dan data, juga fakta atau alasan merupakan penyokong opini tersebut. Hal inilah yang menyebabkan menulis karangan argumentasi menjadi sulit. Pemahaman yang benar terhadap konsep dan pembiasaan menulis karangan argumentasi sangat dibutuhkan agar dapat menguasai keterampilan menulis karangan argumentasi dengan baik.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa keterampilan menulis siswa masih rendah, lebih khusus keterampilan menulis karangan argumentasi. Hal ini dibuktikan dengan masih jarangnya karya-karya siswa tentang karangan argumentasi di majalah dinding dari beberapa sekolah menengah pertama (SMP) yang peneliti amati, khususnya di MTs Mathla’ul Anwar Hunibera. Di lain sisi, nilai-nilai tes kemampuan menulis karangan argumentasi siswa juga masih rendah.

Permasalahan di atas, sangatlah wajar terjadi karena kurangnya motivasi dari guru dan dari diri siswa sendiri untuk menguasai keterampilan menulis karangan argumentasi. Dengan minimnya motivasi tersebut membuat siswa enggan untuk membiasakan diri dalam menulis. Pada akhinya, karena tidak terbiasa dalam menulis menyebaban siswa kesulitan dalam menuangkan ide-ide dan gagasannya dalam sebuah tulisan.

Peran utama guru dalam proses pembelajaran dituntut untuk memberikan motivasi menulis karangan pada siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Selama ini pembelajaran yang berlangsung di MTs Mathla’ul Anwar Hunibera khususnya kelas VIII, guru dalam menerapkan metode pembelajaran keterampilan menulis argumentasi kurang menarik perhatian bagi siswa. Jadi, dilihat dari metode yang digunakan guru kesulitan menemukan metode pembelajaran menulis yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa serta ketiadaan atau keterbatasan media pembelajaran menulis yang efektif. Proses pemebelajaran yang dilakukan hanya menerangkan secara garis besarnya saja dari cara menulis sebuah karangan.

Selain itu, guru menyuruh siswa membaca buku teks yang mereka miliki kemudian siswa disuruh memberikan tanggapan, pendapat (gagasan) dalam menulis argumentasi. Guru hanya menerangkan langkah-langkah menulis karangan dari memilih bahan pembicaraan (topik), menentukan tema, menentukan tujuan dan bentuk karangan yang akan dibuat, membuat bagan karangan, cara membangun paragraf dan menjalin kesinambungan paragraf, cara mengawali paragraf, cara mengakhiri paragraf, dan membuat judul karangan. Selanjutnya, guru memberikan contoh dan memberi tugas pada siswa. Siswa disuruh menulis sebuah karangan argumentasiberdasarkan pengamatan. Menyebabkan siswa kesuliatan dalam menerima pelajaran tersebut.

Dilihat dari problematika pembelajaran bahasa Indonesia di MTs Mathla’ul Anwar Hunibera keterampilan menulis agrumentasi yaitu, proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru lebih cenderung ceramah dalam menyampaikan materi pada siswanya. Dalam hal ini, guru kurang memberikan motivasi siswa untuk menulis karangan argumentasi. Sehingga menyebabkan proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru di kelas mengakibatkan siswa kurang aktif dan menjadi malas untuk menulis dan sulit menulis untuk menyampaikan ide/gagasan. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru ini juga bisa mengakibatkan kurang bersemangat sehingga siswa lebih cenderung tidak ada peningkatan menulis.

Berdasarkan sebab-sebab tersebut peneliti memfokuskan pada metode mengajar guru yang masih bersifat konvensional. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru berkaitan dengan pengembangan metode mengajar agar tidak terpaku pada metode mengajar konvensional adalah mengubah dari sekedar metode ceramah dengan berbagai variasi metode yang lebih relevan dengan tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan cara belajar peserta yang baru merasa belajar dan puas kalau banyak mendengarkan dan menerima informasi (diceramahi) guru, atau baru belajar kalau ada guru. Oleh karena itu metode konvensional dalam pengajaran bahasa harus diubah. Hal ini dilakukan supaya siswa tidak lagi merasa bosan dalam mengikuti pelajaran. Sebaliknya dengan metode baru siswa diharapkan lebih aktif tidak lagi hanya sekedar menerima informasi atau diceramahi guru, tetapi bisa memberikan informasi kepada teman-temannya.

Salah satu metode mengajar yang dapat diterapkan oleh guru untuk mengatasi permasalahan di atas dan mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan tidak membosankan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS). Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) memberikan kepada siswa waktu untuk berpikir, menjawab, merespon dan membantu satu sama lain. Melalui metode ini penyajian bahan ajar tidak lagi membosankan karena siswa diberikan waktu untuk berdiskusi menyelesaikan suatu masalah atau soal bersama dengan pasangannya sehingga baik siswa yang pandai maupun siswa yang kurang pandai sama-sama memperoleh manfaat melalui aktivitas belajar ini. Jadi selama proses belajar mengajar diharapkan semua siswa aktif karena pada akhirnya nanti masing-masing siswa secara berpasangan harus membagikan hasil diskusinya di depan kelas kepada teman-teman lainnya.

Model Think-Pair-Share (TPS)dikembangkan untuk meningkatkan penguasaan isi akademis siswa terhadap materi yang diajarkan. Peningkatan penguasaan isi akademis siswa terhadap materi pelajaran dilalui dengan tiga proses tahapan yaitu melalui proses thinking (berpikir) siswa diajak untuk merespon, berpikir dan mencari jawaban atas pertanyaan guru, melalui proses pairing (berpasangan) siswa diajak untuk bekerjasama dan saling membantu dalam kelompok kecil untuk bersama-sama menemukan jawaban yang paling tepat atas pertanyaan guru. Terakhir melalui tahap sharing (berbagi) siswa diajak untuk mampu membagi hasil diskusi kepada teman dalam satu kelas. Jadi melalui model Think-Pair-Share (TPS) ini penguasaan isi akademis siswa terhadap materi pelajaran dapat meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.  



DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2013. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Didya.| Dapatkan bukunya di sini

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.



Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.| Dapatkan bukunya di sini

Djamarah, Saiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Dididik dalam Pembelajaran Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.| Dapatkan bukunya di sini

Finoza, Lamuddin. 2004. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Insan Mulia.| Dapatkan bukunya di sini

Huda, Miftahul. 2013. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.| Dapatkan bukunya di sini

Keraf, Gorys. 2010. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia.| Dapatkan bukunya di sini

Marahami, Ismail. 2005. Menulis Secara Populer.Cetakan Kelima. Jakarta: Pustaka Jaya.| Dapatkan bukunya di sini

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.| Dapatkan bukunya di sini

Semi, M. Atar. 2003. Menulis Efektif. Padang: Angkasa Raya.| Dapatkan bukunya di sini

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.| Dapatkan bukunya di sini

_______. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D). Bandung: Alfabeta.| Dapatkan bukunya di sini

Suparno dan Mohamad Yunus. 2008. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka.| Dapatkan bukunya di sini

Suparta, Munzier dan Hery Noer Aly. 2008. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Amissco.| Dapatkan bukunya di sini

Syafie’ie, Imam. 1988. Retorika dalam Menulis. Jakarta: P2LPTK Depdikbud.| Dapatkan bukunya di sini

Tarigan, H.G. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.| Dapatkan bukunya di sini

Dapatkan file lengkapnya di sini. Untuk mendapatkan PASSWORD silahkan klik DI SINI
Sekian dulu postingan saya kali ini. Semoga bermanfaat dan sukses selalu...

Rabu, 29 Oktober 2014

Skripsi Gratis Pendidikan Bahasa Indonesia tentang Kemampuan Memahami Unsur Intrinsik Cerpen

Rujukan Skripsi - Pada kesempatan kali ini kembali mempostingkan sebuah tulisan yang berkaitan dengan Kemampuan  Memahami Unsur Intrinsik Cerpen. Dimana keterampilan menulis itu dapat ditingkatkan salah satunya dengan  menerapkan metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran yang digunakan dalam tulisan ini adalah Model Pembelajaran Word Square. Selain Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS), keterampilan menulis dapat juga ditingkatkan melalui berbagai cara. Silahkan baca juga Model Pembelajaran Snowball Throwing, Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining, Model Pembelajaran Role Playing, dan Model Pembelajaran Guide Note Taking
Pengaruh Model Pembelajaran Word Square Terhadap Kemampuan Menentukan Unsur Intrinsik Cerita Pendek Siswa Kelas VII MTs"

Pembelajaran sastra mempunyai peranan penting dalam mencapai berbagai aspek dari tujuan pendidikan dan pengajaran secara umum. Aspek-aspek yang di maksud adalah aspek pendidikan, sosial, perasaan, sikap penilaian, dan keagamaan. Untuk mencapai aspek-aspek itu, sudah barang tentu pembelajaran sastra haruslah memperhatikan hal-hal yang terkait dengan pengajaran sastra itu sendiri
Standar kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia merupakan kualisifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, ketrampilan berbahasa, sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regioanal, nasional, dan global. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia secara baik dan benar, serta menumbuhkan apresisasi terhadap hasil karya kesastraan.
Tujuan pembelajaran sastra meliputi dua hal, yaitu memperoleh pengalaman sastra dan memperoleh pengetahuan sastra. Tujuan memperoleh pengalaman sastra dapat di capai dengan cara mengalami langsung atau melihat langsung hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan sastra. Misalnya, siswa di libatkan dengan kegiatan pembacaan karya sastra, siswa mendengarkan bacaan hasil karya sastra, dan siswa di suruh menulis karya sastra. Sementara itu, memperoleh pengetahuan tentang sastra dapat di capai dengan cara menerangkan istilah-istilah sastra, bentuk-bentuk sastra, dan sejarah sastra.
Sejalan dengan tujuan tersebut, pembelajaran sastra mengharapkan peserta didik mampu mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain serta mempunyai kemampuan analik dan imajinatif dalam dirinya untuk menanggapi, mengkristis, dan merespon hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Dengan demikian tujuan pembelajaran sastra adalah agar siswa memiliki pengetahuan tentang sastra, mampu mengapresiasikan sastra, bersikap positif terhadap nilai sastra, karena sastra adalah cerminan kehidupan dan dapat mengembangkan kesusastraan Indonesia.
Salah satu bentuk karya sastra yang diajarkan pada siswa pada jenjang SMP adalah pembelajaran tentang cerita pendek (Cerpen). Cerpen sebagai prosa yang mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh yang pertikaian-pertikaian, peristiwa yang mengharukan, atau menyenagkan, dan mengandung pesan yang tidak dapat dilupakan. Cerpen sebagai cerita rekaan tentunya ditulis oleh pengarang tidak terlepas dari realita yang terjadi di sekeliling pembaca. Realita inilah yang dapat dipelajari oleh siswa dan mengetahui hikmah yang terkandung di dalam cerpen tersebut untuk dijadikan sebagai pedoman hidup. Cerpen dibuat dengan memperhatikan atau mengedepankan arti dan nilai yang cukup penting bagi pembaca.
Mengingat pentingnya arti, nilai, dan fungsi kemampuan memahami cerita pendek (cerpen), maka sudah sewajarnya pembelajaran sastra di sekolah perlu dibina dan ditingkatkan agar siswa memiliki kemampuan memahami cerpen dengan lebih baik. Hal ini penting dilakukan untuk mengembangkan diri siswa, baik untuk melanjutkan pendidikan maupun kembali ke masyarakat. Dengan berbekal pengetahuan dan kemampuan memahami karya sastra, khususnya cerpen, siswa dengan mudah menghayati, mengambil manfaat dari peristiwa kehidupan serta semakin arif dan bijaksana dalam berpikir dan bertindak. Siswa akan mampu mengkomunikasikan isi jiwanya, menghayati hidup dengan kehidupan dengan mengapresiasikannya dalam bentuk karya sastra khususnya dalam bentuk cerita pendek (cerpen).
Dalam kegiatan pembelajaran cerpen, siswa tidak hanya diarahkan untuk memahami teori seperti mengenali ciri-ciri cerpen, unsur intrinsik karya sastra (cerpen), tetapi pembelajaran sastra ini diarahkan untuk bagaimana siswa mampu menemukan unsur intrinsik yang ada terkandung dalam cerpen seperti, alur, latar, sudut pandang, tema, amanat, gaya bahasa, tokoh dan lain-lain. Artinya pembelajaran sastra umumnya, dan cerpen khususnya siswa diharapkan untuk memahami teori dan tidak mengabaikan praktik dan aplikasi (kajian analisis).
Pembelajaran cerpen sebagai salah satu pembelajaran karya sastra kepada siswa, tidak dapat diabaikan begitu saja, tetapi perlu dipertahankan sejak dini agar siswa memiliki pengetahuan yang luas tentang pemahaman dan penerapan unsur-unsur intrinsik cerpen, hal ini penting untuk dilakukan agar siswa mempunyai sikap positif terhadap hasil karya sastra berupa cerpen.
Berdasarkan berdasarkan hasil observasi awal pada kelas VII MTs Mathla’ul Anwar Cikeusik Desa, siswa belum mampu memahami karya sastra secara utuh. Pembelajaran sastra masih kurang, karena guru mengalami kesulitan dalam mengajarkan cerpen. Demikian juga teknik pembelajaran masih berpusat pada guru, dalam arti siswa kurang diaktifkan dalam proses belajar mengajar. Selain itu, guru kurang selektif dalam memilih model dalam pembelajaran, khususnya model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan situasi siswa.
Melihat kenyataan tersebut, alangkah bijaksananya jika guru-guru Bahasa Indonesia melihat dan mencoba alternatif model pembelajaran yang bisa mengantarkan anak didiknya mencapai hasil yang diharapkan dan mereka dapat mengikuti semua proses belajar dengan menyenangkan. Model-model pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Hal ini akan mendorong semua siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar.
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah Word Square. Dengan adanya model pembelajaran tersebut diharapkan dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian siswa terdorong untuk memahami materi yang diajarkan oleh guru sehingga proses pembelajaran diharapkan bisa lebih menarik dan interaktif. Dan pada akhirnya upaya ini dapat digunakan sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Model Pembelajaran Word Square Terhadap Kemampuan Menentukan Unsur Intrinsik Cerita Pendek Siswa Kelas VII MTs Mathla’ul Anwar Cikeusik Desa Tahun Pelajaran 2013/2014”. 
Untuk mendapatkan file lengkapnya silahkan download di sini. Untuk mendapatkan password silahkan klik di sini



DAFTAR PUSTAKA




Akhadiah, Sabarti. 1998. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Aqib, Zainal. 2010. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Insan Cendikia. | Dapatkan bukunya di sini

_______. 2013. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Didya.| Dapatkan bukunya di sini

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.| Dapatkan bukunya di sini


Ibrahim, M. dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.| Dapatkan bukunya di sini


Hartako, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Penerbit kanisius.| Dapatkan bukunya di sini


Huda, Miftahul. 2013. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.| Dapatkan bukunya di sini


Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Kajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.| Dapatkan bukunya di sini


Nurhadi dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) Dan Penerapannya Dalam KBK.Edisi Revisi. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.| Dapatkan bukunya di sini


Slavin, Robert E. 2010. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik (terjemahan). Bandung: Nusa Media.| Dapatkan bukunya di sini

Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Cetakan ke VII. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.| Dapatkan bukunya di sini

Sudjana. 2001. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.| Dapatkan bukunya di sini

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D). Bandung: Alfabeta.| Dapatkan bukunya di sini

Sumardjo, Jacob. 2001. Beberapa Petunjuk Menulis Cerpen. Bandung: Mitra Kencana.| Dapatkan bukunya di sini

Sumiati dan Arsa. 2008. Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.| Dapatkan bukunya di sini

Suroto. 1990. Teori Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU. Jakarta: Erlangga.| Dapatkan bukunya di sini

Tim Penyusun KBBI. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.| Dapatkan bukunya di sini

Urdang, L. 1968. The Random House Dictionary of the English Language the College Edition. New York: Random House.| Dapatkan bukunya di sini