BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan Nasional adalah usaha secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kebiasaan, kecerdasan, dan keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (Pasal 1 Undang-undang No.20 tahun 2003).
Belajar merupakan suatu proses tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan (Hamalik 2003:36). Belajar memegang peranan penting didalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian dan bahkan persepsi manusia. Belajar adalah usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya (Sardiman 2004:20). Dengan belajar manusia dapat mengembangkan potensi yang dibawanya sejak lahir. Dalam pendidikan formal selalu diikuti pengukuran dan penilaian, demikian juga dalam proses kegiatan belajar mengajar, dengan mengetahui hasil belajar dapat diketahui kedudukan siswa yang pandai, sedang atau lambat. Laporan hasil belajar yang diperoleh siswa diserahkan dalam periode tertentu yaitu dalam bentuk Buku Raport. Jadi hasil belajar merupakan hasil yang dicapai setelah seseorang mengadakan sesuatu kegiatan belajar yang terbentuk dalam suatu nilai hasil belajar yang diberikan oleh Guru.
Usaha untuk mencapai suatu hasil belajar dari proses belajar mengajar seseorang siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang timbul dari dalam diri siswa itu sendiri, digolongkan menjadi dua yaitu: faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis diantaranya: keadaan fisik, sedangkan faktor psikologis, diantaranya: intelegensi, bakat khusus, minat dan perhatian, dan keadaan emosi serta disiplin. Faktor eksternal yang berasal dari luar diri siswa itu sendiri, digolongkan menjadi dua, yaitu: faktor sosial dan non sosial. Faktor sosial, diantaranya: manusia (sesama manusia) baik manusia itu ada (hadir) atau kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Faktor non sosial diantarnya: keadaan udara, suhu, cuaca, waktu, tempat, alat-alat yang dipakai untuk belajar, alat-alat pelajaran, dan lain-lain (Suryabrata, 1993: 249)
Salah satu faktor utama untuk mencapai sukses dalam segala bidang, baik itu berupa studi, kerja, hobi atau aktivitas apapun ialah minat. Minat merupakan bentuk sikap ketertarikan atau sepenuhnya terlibat dengan suatu kegiatan karena menyadari pentingnya atau bernilainya kegiatan tersebut (Sudarsono, 2003:28). Dengan tumbuhnya minat dalam diri seseorang akan melahirkan perhatian untuk melakukan sesuatu dengan tekun dalam jangka waktu yang lama, lebih berkonsentrasi, mudah untuk mengingat dan tidak mudah bosan dengan apa yang dipelajari.
Mutu pendidikan yang dikembangkan agar tetap baik, maka perlu diadakan dan diciptakan suatu fasilitas yang dapat membantu dan mendorong hasil belajar siswa. Sebagai realisasinya pemerintah membuat beberapa peraturan perundang-undangan, UU No 20 Tahun 2003, yang mengatur tentang “Sistem Pendidikan Nasional”, diatur dalam pasal 45 ayat 1 yang berbunyi: Setiap satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan fasilitas yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi, fisik, kecerdasan intelektual, sosial emosional, dan kewajiban peserta didik (UU No. 20 2003:33). Kemampuan belajar apabila didukung dengan fasilitas belajar yang memadai di sekolah ataupun di rumah berupa peralatan dan perlengkapan, maka memperoleh hasil belajar cenderung lebih baik (Sujanto, 1990:206).
SMK Negeri 2 Semarang merupakan salah satu dari sekian banyak sekolah menengah kejuruan di Indonesia yang berusaha mencetak lulusan yang siap kerja. Dalam menghadapi tantangan SMK Negeri 2 Semarang berusaha untuk memenuhi segala kebutuhan guna menunjang proses belajar yang baik dan terencana, mulai tahun diklat 2004/2005 SMK Negeri 2 Semarang mengembangkan kurikulum baru menggantikan kurikulum lama yang dinilai kurang baik, kurikulum tersebut adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang menuntut siswa untuk dapat menguasai mengetik manual dengan sistem 10 (sepuluh) jari buta.
Mata diklat mengetik merupakan salah satu mata diklat yang dikelompokan dalam program produktif. Program produktif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membekali peserta didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai dengan Standart Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Untuk dapat menguasai mata diklat mengetik manual dengan sitem 10 (sepuluh) jari dengan baik perlu memiliki minat minat belajar dan fasilitas belajar yang baik, sehingga diharapkan akan memperoleh hasil belajar yang optimal.
Berdasarkan survei pendahuluan di SMK Negeri 2 Semarang diketahui bahwa fasilitas belajar di SMK Negeri 2 Semarang apabila dilihat dari segi tahun pembuatan masih tergolong layak untuk digunakan. Untuk mesin ketik dan mesin pendikte rata-rata dibuat sekitar tahun 1990. Karpet sebagai alas dari lantai masih bagus dan masih layak untuk digunakan, meja kerja juga masih baik. Tetapi jika dilihat dari fasilitas penunjang seperti kertas dan pita tinta masih kurang memenuhi syarat, hal ini dilihat apabila praktik mengetik siswa sering terjadi kertas kurang maupun pita yang sudah tidak layak untuk dipakai masih tetap digunakan untuk kegiatan praktik walaupun hanya sebagian dari peserta didik yang memperoleh mesin ketik dengan pita tinta yang sudah tidak layak pakai. Dua buah AC yang sebenarnya masih tergolong baru namun hanya 1 (satu) yang bisa berfungsi dengan baik, sehingga banyak siswa yang tempat praktiknya agak jauh dari AC merasa gerah. Tidak semua lampu dapat dinyalakan sehingga apabila kondisi gelap tidak semua siswa dapat memperoleh penerangan dari lampu yang cukup.
Selain hal tersebut siswa kelas I jurusan administrasi perkantoran memiliki minat yang rendah terhadap mata diklat mengetik manual dengan sistem 10 (sepuluh) jari buta. Hal ini ditunjukkan dari sikap siswa yang sering terlambat masuk ketika ada pelajaran mengetik, walaupun telah sampai didepan ruang praktek mereka tidak segera masuk kedalam kelas, dalam menerima pelajaran kurang bersungguh-sungguh, sering memberikan protes apabila diberi tugas untuk mengerjakan sesuatu. Juga karena ada anggapan bahwa mesin ketik manual sudah ketinggalan jaman karena sekarang sudah ada mesin ketik yang lebih canggih salah satunya adalah komputer. Meskipun sudah ada mesin komputer tetapi pada kenyataannya masih banyak dibutuhkan mesin ketik manual, seperti pada kantor- kantor. Selain itu tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan dengan komputer.
Akan tetapi dilihat dari hasil belajarnya cukup baik dengan nilai rata-rata 7,5. Ini sudah memenuhi standart kompetensi untuk mata diklat produktif, yaitu nilai rata-rata 7,0 (wawancara dengan Hj Sukartini B.A. salah satu guru mengetik di SMK Negeri 2 Semarang )
Kenyataan bahwa fasilitas pendukung belajar kurang dan minat belajar mengetik yang kurang ini mendorong penulis untuk mengungkapkan lebih jauh tentang pengaruh minat belajar dan fasilitas belajar terhadap hasil belajar mengetik manual dengan sistem 10 (sepuluh) jari dengan judul : “PENGARUH MINAT DAN FASILITAS TERHADAP HASIL BELAJAR MENGETIK MANUAL DENGAN SISTEM 10 (SEPULUH) JARI SISWA KELAS I JURUSAN ADMINISTRASI PERKANTORAN DI SMK NEGERI 2 SEMARANG”.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File
atau klik disini
0 komentar:
Posting Komentar