Dalam menghadapi krisis finansial yang terjadi sekarang ini, sebuah perusahaan ataupun lembaga usaha baik milik pemerintah maupun swasta dituntut untuk lebih memaksimalkan kinerjanya dalam berbagai hal terutama dalam hal memperoleh laba karena pada umumnya suatu perusahaan didirikan dengan tujuan untuk memperoleh laba atau keuntungan yang semaksimal mungkin demi menjamin kelangsungan hidup perusahaan tersebut agar tetap bertahan sampai masa yang akan datang. Untuk mencapai tujuan tersebut, sangat diperlukan adanya kerjasama yang baik antara manajer bersama para karyawannya dalam memanfaatkan dan mengelola sumber-sumber dana yang ada dalam lingkungan perusahaan tersebut secara efisien dan efektif.
|
Dalam menjalankan perusahaan, manajer perusahaan tidak akan terlepas dari permodalan perusahaan yaitu pemenuhan modal kerja maupun investasi. Apabila perusahaan telah mencapai posisi tertentu dapat melakukan ekspansi atau perluasan usaha. Dalam melakukan ekspansi, suatu perusahaan tidak akan terlepas dari kebutuhan akan modal. Pemenuhan kebutuhan modal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan modal sendiri yang terdiri dari saldo laba, modal dari pemegang saham dan dari sumber lainnya yaitu modal pinjaman atau dapat pula diperoleh dengan mengkombinasikan keduanya.
Modal kerja merupakan masalah pokok dan topik penting yang sering kali dihadapi oleh perusahaan, karena hampir semua perhatian untuk mengelola modal kerja dan aktiva lancar yang merupakan bagian yang cukup besar dari aktiva. Modal kerja dibutuhkan oleh setiap perusahaan untuk membelanjai operasinya sehari-hari, misalnya : untuk memberikan persekot pembelian bahan mentah, membiayai upah gaji pegawai, dan lain-lain, dimana uang atau dana yang dikeluarkan tersebut diharapkan dapat kembali lagi masuk dalam perusahaan dalam waktu singkat melalui hasil penjualan produksinya. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk selalu meningkatkan efisiensi kerjanya sehingga dicapai tujuan yang diharapkan oleh perusahaan yaitu mencapai laba yang optimal.
Pengelolaan modal kerja merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan, karena meliputi pengambilan keputusan mengenai jumlah dan komposisi aktiva lancar dan bagaimana membiayai aktiva ini. Perusahaan yang tidak dapat memperhitungkan tingkat modal kerja yang memuaskan, maka perusahaan kemungkinan mengalami insolvency (tak mampu memenuhi kewajiban jatuh tempo) dan bahkan mungkin terpaksa harus dilikuidasi. Aktiva lancar harus cukup besar untuk dapat menutup hutang lancar sedemikian rupa, sehingga menggambarkan adanya tingkat keamanan (margin safety) yang memuaskan. Sementara itu, jika perusahaan menetapkan modal kerja yang berlebih akan menyebabkan perusahaan overlikuid sehingga menimbulkan dana menganggur yang akan mengakibatkan inefisiensi perusahaan, dan membuang kesempatan memperoleh laba.
Dalam penentuan kebijakan modal kerja yang efisien, perusahaan dihadapkan pada masalah adanya pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas dan rentabilitas (Van Horne,1997: 217). Jika perusahaan memutuskan menetapkan modal kerja dalam jumlah yang besar, kemungkinan tingkat likuiditas akan terjaga namun kesempatan untuk memperoleh laba yang besar akan menurun yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya rentabilitas. Sebaliknya jika perusahaan ingin memaksimalkan tingkat rentabilitas, kemungkinan dapat mempengaruhi tingkat likuiditas perusahaan. Makin tinggi likuiditas, maka makin baiklah posisi perusahaan di mata kreditur. Oleh karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa perusahaan akan dapat membayar kewajibannya tepat pada waktunya. Di lain pihak ditinjau dari segi sudut pemegang saham, likuiditas yang tinggi tak selalu menguntungkan karena berpeluang menimbulkan dana-dana yang menganggur yang sebenarnya dapat digunakan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek yang menguntungkan perusahaan (Tunggal,1995 : 157). Keseimbangan antara likuiditas dan rentabilitas senantiasa harus diperhatikan. Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang akan segera jatuh tempo, sedangkan rentabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Jadi, jika perusahaan terlalu likuid, artinya banyak modal yang tersimpan dalam bentuk kas, hal ini menimbulkan hilangnya kesempatan untuk memperoleh laba apabila kas tersebut ditanamkan. Namun sebaliknya perusahaan juga tidak boleh menanamkan seluruh uang yang dimiliki dalam usaha, sehingga ketika diperlukan dana cair mengalami kesulitan.
Kas merupakan aktiva yang paling likuid atau merupakan salah satu yang paling tinggi likuiditasnya, berarti semakin besar jumlah kas yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan semakin tinggi pula tingkat likuiditasnya. Tetapi suatu perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi karena adanya kas dalam jumlah yang besar berarti tingkat perputaran kas tersebut rendah dan mencerminkan adanya overinvestment dalam kas dan berarti pula bahwa perusahaan kurang efektif dalam mengelola kas. Jumlah kas yang relatif kecil akan diperoleh tingkat perputaran kas yang tinggi dan keuntungan yang diperoleh akan lebih besar, tetapi perusahaan yang hanya mengejar keuntungan (rentabilitas) tanpa memperhatikan likuiditas pada akhirnya perusahan tersebut akan masuk dalam keadaan “illikuid“ apabila sewaktu-waktu ada tagihan.
Penilaian kinerja keuangan umumnya menggunakan analisa rentabilitas. Rentabilitas suatu perusahaan merupakan perbandingan Rentabilitas dapat dicapai jika tingkat efisiensi dalam perusahaan dapat diwujudkan yaitu dengan menggunakan sumber modal yang ada secara optimal begitupun dengan tingkat likuiditas yang dicapai perusahaan. Tingkat rentabilitas sangat penting bagi PT Semen Bosowa Maros karena rentabilitas dapat mencerminkan kemampuan modal suatu perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Semakin tinggi tingkat rentabilitas suatu perusahaan berarti semakin tinggi pula tingkat efisiensi penggunaan modalnya.
PT Semen Bosowa Maros sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan dan produksi semen membutuhkan metode pendanaan dan pengelolaan dana keuangan yang efektif. Pengelolaan dana yang dimaksud adalah pengelolaan yang wajib mempertimbangkan tingkat keamanan, tingkat hasil, dan tingkat rentabilitas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Analisis modal kerja dan likuiditas terhadap rentabilitas pada PT Semen Bosowa Maros bertujuan untuk mengetahui bagaimana perusahaan tersebut menggunakan modal yang ada serta tingkat likuiditas yang dicapai sehingga berpengaruh terhadap laba yang diperoleh . Untuk mencapai hal tersebut, perlu adanya perencanaan yang sistematis dalam penggunaan modal
Berikut adalah gambaran tentang modal kerja, likuiditas dan rentabilitas pada PT Semen Bosowa Maros Periode 2005 – 2009.
Tabel 1.1
PT Semen Bosowa Maros
Modal Kerja, Likuiditas dan Rentabilitas
Periode 2005-2009
( dalam rupiah )
Tahun | Aktiva Lancar | Hutang Lancar | Modal Kerja (Aktiva Lncar-Hutang Lancar) | Current Ratio | Laba Bersih Setelah Pajak | Total Aktiva | ROA |
2005 | 196,602,891,521 | 174,222,345,734 | 22,380,545,787 | 112.85% | (76,266,768,279) | 1,246,911,401,975 | -6.12% |
2006 | 205,716,729,051 | 224,922,193,615 | (19,205,464,564) | 91.46% | (51,433,374,777) | 1,212,216,644,721 | -4.24% |
2007 | 340,931,935,006 | 371,622,472,516 | (30,690,537,510) | 91.74% | (58,595,299,124) | 1,253,197,873,979 | -4.68% |
2008 | 276,767,886,115 | 160,355,559,940 | 116,412,326,175 | 172.60% | (61,992,545,901) | 1,126,505,022,480 | -5.50% |
2009 | 303,306,729,866 | 211,751,326,640 | 91,555,403,226 | 143.24% | (3,778,336,985) | 1,111,940,982,587 | -0.34% |
Sumber: Laporan Keuangan PT Semen Bosowa Maros
Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa hasil perhitungan modal kerja selama 5 tahun mengalami fluktuasi. Dapat dilihat pada tahun 2005 modal kerja sebesar Rp 22,380,545,787 dan mengalami penurunan dan terjadi kerugian modal kerja pada tahun 2006 yaitu senilai Rp 19,205,464,564. Begitupun pada tahun 2007 masih mengalami kerugian modal kerja yaitu sebesar Rp 30,690,537,510. Namun dapat dilihat pada tahun 2008 perusahaan telah mampu menutupi kekurangan / kerugian modal kerjanya sehingga nilainya menjadi Rp 116,412,326,175 dan pada tahun 2009 menurun menjadi Rp 91,555,403,226.
Tingkat likuiditas perusahaan dapat dilihat pada perhitungan current ratio dari tahun 2005 sampai tahun 2009 current ratio tetinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu senilai 172.60 % artinya perusahaan mampun menutupi hutang jangka pendeknya pada tahun ini dan terendah pada tahun 2006 yaitu senilai 91.46% yang berarti perusahaan dalam keadaan belum mampu menutupi segala kewajiban jangka pendeknya d atas aktiva lancar.
Sedangkan perubahan rentabilitas yang dinyatakan dalam Return On Assets ( ROA) dapat dilihat pada tabel di atas bahwa perubahan rentabilitas juga berfluktuasi. Namun, selama 5 tahun nilai rentabilitas yang dicapai menunjukkan adanya kerugian yang disebabkan karena selama 5 tahun ini perusahaan mengalami kerugian dalam memperoleh laba.
Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada bebrapa periode jumlah modal kerja dan rentabilitas berbanding terbalik, apabila jumlah modal kerja tinggi, tingkat rentabilitas menurun dan apabila jumlah modal kerja menurun, rentabilitas meningkat. Begitupun dengan tingkat likuiditas yang tidak sejalan dengan perkembangan rentabilitas. Kenyataan tersebut menyimpang dari teori yang ada, dimana secara teori apabila perusahaan memiliki tingkat modal kerja yang tinggi maka tingkat rentabilitasnya juga tinggi.. Begitupun hubungannya dengan tingkat likuiditas yang diperoleh perusahaan yang memiliki pengaruh terhadap tingkat rentabilitas.
Oleh karena itu, perlu penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan modal kerja di dalam memperoleh laba serta tingkat likuiditasyang diperoleh ditinjau dari tingkat rentabilitas yang dicapai perusahaan.
Berdasarkan pada latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, sehinnga penulis mengajukan judul skripsi:
“Analisis Pengaruh Modal Kerja dan Likuiditas Terhadap Rentabilitas Pada PT Semen Bosowa Maros”.
0 komentar:
Posting Komentar