Pages

Minggu, 09 November 2014

Proposal Lengkap tentang Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi



 
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS)TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS VIII MTs MATHLA’UL ANWAR HUNIBERA TAHUN PELAJARAN 2012/2013



Proposal Penelitian

Diajukan Untuk Penyusunan Skripsi
logo-unma-banten





IYAT MULYANA
D.08090112


PROGRAM STUDI BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATHLA’UL  ANWAR
BANTEN
2013
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian :

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS VIII MTs MATHLA’UL ANWAR HUNIBERA
TAHUN PELAJARAN 2012/2013


Oleh:
IYAT MULYANA
D.08090112

Disetujui di : Pandeglang
Pada tanggal : ...........................................
Ketu Program Studi,


......................................................
Dosen Penguji,


......................................................






A.    Judul
Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Terhadap Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi Siswa Kelas VIII MTs Mathla’ul Anwar Hunibera Tahun Pelajaran 2012/2013
B.     Masalah
1.      Latar Belakang Masalah dan Pengajuan Judul
Pendidikan memegang peranan yang penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. Hal ini, disebabkan pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Guna mewujudkan tujuan di atas diperlukan usaha yang keras dari masyarakat maupun pemerintah. Departemen Pendidikan Nasional sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan dan telah melakukan pembaharuan sistem pendidikan. Usaha tersebut antara lain adalah penyempurnaan kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana, serta peningkatan kualitas tenaga pengajar. Keterampilan menulis merupakan salah satu aspek kemampuan dalam berbahasa mengungkapkan ide, gagasan (pendapat) siswa berupa tulisan.
Menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses pembelajaran yang dialami siswa selama menuntut ilmu di sekolah. Menulis memerlukan keterampilan karena diperlukan latihan-latihan yang berkelanjutan dan terus menerus terutama dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia yang mencakup aspek kemampuan yaitu; a. keterampilan menyimak, b. keterampilan berbicara, c. keterampilan membaca, dan d. keterampilan menulis.
Dengan menulis, seorang akan menempuh seluruh proses dalam berbahasa. Sebelum menulis, ia dituntut untuk menyimak, berbicara, dan membaca dengan baik. Demikian pula halnya dengan siswa, agar mampu menulis dengan baik ia dituntut mampu menyimak dengan baik setiap materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Ia harus mampu mengkomunikasikan kembali hasil penyimakkannya terhadap materi dengan bahasa lisan. Ia juga dituntut untuk membaca referensi terkait dengan apa yang akan ditulisnya.
Kebutuhan yang besar terhadap penguasaan keterampilan menulis tersebut tidak sejalan dengan minat dan motivasi siswa untuk dapat menguasai keterampilan menulis dengan baik. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa keterampilan menulis siswa masih rendah, lebih khusus keterampilan menulis karangan argumentasi. Hal ini dibuktikan dengan masih jarangnya karya-karya siswa tentang karangan argumentasi di majalah dinding dari beberapa sekolah menengah pertama (SMP) yang peneliti amati, khususnya di MTs Mathla’ul Anwar Hunibera. Di lain sisi, nilai-nilai tes kemampuan menulis karangan argumentasi siswa juga masih rendah.
Permasalahan di atas, sangatlah wajar terjadi karena kurangnya motivasi dari guru dan dari diri siswa sendiri untuk menguasai keterampilan menulis karangan argumentasi. Dengan minimnya motivasi tersebut membuat siswa enggan untuk membiasakan diri dalam menulis. Pada akhinya, karena tidak terbiasa dalam menulis menyebaban siswa kesulitan dalam menuangkan ide-ide dan gagasannya dalam sebuah tulisan.
Peran utama guru dalam proses pembelajaran dituntut untuk memberikan motivasi menulis karangan pada siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Selama ini pembelajaran yang berlangsung di MTs Mathla’ul Anwar Hunibera khususnya kelas VIII, guru dalam menerapkan metode pembelajaran keterampilan menulis argumentasi kurang menarik perhatian bagi siswa. Jadi, dilihat dari metode yang digunakan guru kesulitan menemukan metode pembelajaran menulis yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa serta ketiadaan atau keterbatasan media pembelajaran menulis yang efektif. Proses pemebelajaran yang dilakukan hanya menerangkan secara garis besarnya saja dari cara menulis sebuah karangan.
Selain itu, guru menyuruh siswa membaca buku teks yang mereka miliki kemudian siswa disuruh memberikan tanggapan, pendapat (gagasan) dalam menulis agrumentasi. Guru hanya menerangkan langkah-langkah menulis karangan dari memilih bahan pembicaraan (topik), menentukan tema, menentukan tujuan dan bentuk karangan yang akan dibuat, membuat bagan karangan, cara membangun paragraf dan menjalin kesinambungan paragraf, cara mengawali paragraf, cara mengahiri paragraf, dan membuat judul karangan. Selanjutnya, guru memberikan contoh dan memberi tugas pada siswa. Siswa disuruh menulis sebuah karangan argumentasi berdasarkan pengamatan. Menyebabkan siswa kesuliatan dalam menerima pelajaran tersebut.
Dilihat dari problematika pembelajaran bahasa Indonesia di MTs Mathla’ul Anwar Hunibera keterampilan menulis agrumentasi yaitu, proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru lebih cenderung ceramah dalam menyampaikan materi pada siswanya. Dalam hal ini, guru kurang memberikan motivasi siswa menulis karangan argumentasi. Sehingga menyebabkan proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru di kelas mengakibatkan siswa kurang aktif dan menjadi malas untuk menulis dan sulit menulis untuk menyampaikan ide/gagasan. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru ini juga bisa mengakibatkan kurang bersemangat sehingga siswa lebih cenderung tidak ada peningkatan menulis.
Berdasarkan sebab-sebab tersebut peneliti memfokuskan pada metode mengajar guru yang masih bersifat konvensional. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru berkaitan dengan pengembangan metode mengajar agar tidak terpaku pada metode mengajar konvensional adalah mengubah dari sekedar metode ceramah dengan berbagai variasi metode yang lebih relevan dengan tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan cara belajar peserta yang baru merasa belajar dan puas kalau banyak mendengarkan dan menerima informasi (diceramahi) guru, atau baru belajar kalau ada guru. Oleh karena itu metode konvensional dalam pengajaran bahasa harus diubah. Hal ini dilakukan supaya siswa tidak lagi merasa bosan dalam mengikuti pelajaran. Sebaliknya dengan metode baru siswa diharapkan lebih aktif tidak lagi hanya sekedar menerima informasi atau diceramahi guru, tetapi bisa memberikan informasi kepada teman-temannya.
Salah satu metode mengajar yang dapat diterapkan oleh guru untuk mengatasi permasalahan di atas dan mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan tidak membosankan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS). Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS)memberikan kepada siswa waktu untuk berpikir, menjawab, merespon dan membantu satu sama lain. Melalui metode ini penyajian bahan ajar tidak lagi membosankan karena siswa diberikan waktu untuk berdiskusi menyelesaikan suatu masalah atau soal bersama dengan pasangannya sehingga baik siswa yang pandai maupun siswa yang kurang pandai sama-sama memperoleh manfaat melalui aktivitas belajar ini. Jadi selama proses belajar mengajar diharapkan semua siswa aktif karena pada akhirnya nanti masing-masing siswa secara berpasangan harus membagikan hasil diskusinya di depan kelas kepada teman-teman lainnya.
ModelThink-Pair-Share (TPS)dikembangkan untuk meningkatkan penguasaan isi akademis siswa terhadap materi yang diajarkan. Peningkatan penguasaan isi akademis siswa terhadap materi pelajaran dilalui dengan tiga proses tahapan yaitu melalui proses thinking (berpikir) siswa diajak untuk merespon, berpikir dan mencari jawaban atas pertanyaan guru, melalui proses pairing (berpasangan) siswa diajak untuk bekerjasama dan saling membantu dalam kelompok kecil untuk bersama-sama menemukan jawaban yang paling tepat atas pertanyaan guru. Terakhir melalui tahap sharing (berbagi) siswa diajak untuk mampu membagi hasil diskusi kepada teman dalam satu kelas. Jadi melalui model Think-Pair-Share (TPS) ini penguasaan isi akademis siswa terhadap materi pelajaran dapat meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti terdorong untuk mengadakan penelitian dengan judul "Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Terhadap Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi Siswa Kelas VIII MTs Mathla’ul Anwar Hunibera Tahun Pelajaran 2012/2013".
2.      Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas maka identifikasi masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.       Bagaimanakah kemampuan menulis karangan argumentasi siswa?
b.      Apakah yang menyebabkan rendahnya kemampuan menulis karangan argumentasi siswa?
c.       Apakah motivasi belajar dapat mempengaruhi kemampuan menulis karangan argumentasi siswa?
d.      Apakah penggunaan modelpembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan argumentasi siswa?
e.       Bagaimanakah penggunaan modelpembelajaran Think Pair Share (TPS)?
f.       Apakah penggunaan modelpembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan argumentasi siswa?
3.      Pembatasan masalah
Dari identifikasi masalah yang banyak di atas, untuk memfokuskan penelitian maka dalam hal ini peneliti memberikan pembatasan masalah sebagai berikut:
a.    Kemampuan menulis karangan argumentasi siswa kelas VIII MTs Mathla’ul Anwar Hunibera Tahun Pelajaran 2012/2013.
b.    Penggunaan modelpembelajaran Think Pair Share (TPS) di kelas VIII MTs Mathla’ul Anwar Hunibera Tahun Pelajaran 2012/2013.
c.    Pengaruh model pembelajaran Think Pair Share (TPS)terhadap kemampuan menulis karangan argumentasi siswa kelas VIII MTs Mathla’ul Anwar Hunibera Tahun Pelajaran 2012/2013.
4.      Perumusan Masalah
Dari batasan masalah di atas, dalam hal ini peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
a.       Bagaimanakah kemampuan menulis karangan argumentasi siswa kelas VIII MTs Mathla’ul Anwar Hunibera Tahun Pelajaran 2012/2013?
b.      Bagaimanakah penggunaan modelpembelajaran Think Pair Share (TPS) di kelas VIII MTs Mathla’ul Anwar Hunibera Tahun Pelajaran 2012/2013?
c.       Adakah pengaruh model pembelajaran Think Pair Share (TPS) terhadap kemampuan menulis karangan argumentasi siswa kelas VIII MTs Mathla’ul Anwar Hunibera Tahun Pelajaran 2012/2013?
5.      Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.       Ingin mengetahui kemampuan menulis karangan argumentasi siswa kelas VIII MTs Mathla’ul Anwar Hunibera Tahun Pelajaran 2012/2013.
b.      Ingin mengetahui penggunaan modelpembelajaran Think Pair Share (TPS) di kelas VIII MTs Mathla’ul Anwar Hunibera Tahun Pelajaran 2012/2013.
c.       Ingin mengetahui pengaruh model pembelajaran Think Pair Share (TPS) terhadap kemampuan menulis karangan argumentasi siswa kelas VIII MTs Mathla’ul Anwar Hunibera Tahun Pelajaran 2012/2013?
Hasil penelitian ini menghasilkan dua macam manfaat teoretis dan manfaat praktis.
a.       Manfaat Teoretis
Untuk dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi pengembangan keilmuan terutama di bidang bahasa dan sastra Indonesia dan sebagai dasar pijakan penelitian selanjutnya.
b.      Manfaat Praktis
Dilihat dari segi praktis, penelitian ini bermanfaat antara lain:
1)      Mahasiswa Peneliti
a)   Sebagai dasar penelitian lebih lanjut terhadap penelitian tentang kemampuan menulis karangan argumentasi.
b)   Sebagai acuan pembanding dalam penelitian kemampuan berbahasa khususnya kemampuan menulis karangan argumentasi.
c)   Sebagai informasi tanbahan lebih lanjut untuk memperluas wawasan tentang kemampuan menulis karangan argumentasi.
2)      Guru Bidang Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
a)      Sebagai sumber informasi bagi guru untuk memantau sejauh mana kemampuan yang dimiliki siswa dalam pelajaran menulis karangan argumentasi.
b)      Sebagai bahan acuan masukan dalam mengajarkan pokok bahasan kemampuan menulis karangan argumentasi.
c)      Sebagai sumber informasi bagi guru sejauhmana kemampuan siswa menguasai tata bahasa dalam menulis karangan argumentasi dengan baik.
3)      Siswa
a)      Siswa dapat mengetahui sejauhmana kemampuan yang mereka miliki dalam menulis karangan argumentasi.
b)      Siswa dapat mengembangkan kemampuan menulis karangan argumentasi dalam pelajaran bahasa dan sastra indonesia.
C.    Deskripsi Teoritis
1.      Hakikat Menulis Karangan Argumentasi
a.      Pengertian Karangan
Karangan merupakan hasil akhir dari pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan atau mengulas topik dan tema tertentu (Finoza, 2004:192). Menulis atau mengarang pada hakikatnya adalah menuangkan gagasan, pendapat gagasan, perasaan keinginan, dan kemauan, serta informasi ke dalam tulisan dan ”mengirimkannya” kepada orang lain (Syafie’ie, 1988:78). Selanjutnya, menurut Tarigan (2008: 22), menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca. Sedangkan menurut Suparno dan Yunus (2008: 1.3), menulis didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai medianya.
Semua pendapat tersebut sama-sama mengacu pada menulis sebagai proses melambangkan bunyi-bunyi ujaran berdasarkan aturan-aturan tertentu. Artinya, segala ide, pikiran, dan gagasan yang ada pada penulis disampaikan dengan cara menggunakan lambang-lambang bahasa yang terpola. Melalui lambang-lambang tersebutlah pembaca dapat memahami apa yang dikomunikasikan penulis.
Sebagai bagian dari kegiatan berbahasa, menulis berkaitan erat dengan aktivitas berpikir. Keduanya saling melengkapi. Menurut Syafie’ie (1988:42), secara psikologis menulis memerlukan kerja otak, kesabaran pikiran, kehalusan perasan, kemauan yang keras. Menulis dan berpikir merupakan dua kegiatan yang dilakukan secara bersama dan berulang-ulang. Dengan kata lain, tulisan adalah wadah yang sekaligus merupakan hasil pemikiran. Melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengkomunikasikan pikirannya. Melalui kegiatan berpikir, penulis dapat meningkatkan kemampuannya dalam menulis.
Mengemukakan gagasan secara tertulis tidaklah mudah. Di samping dituntut kemampuan berpikir yang memadai, juga dituntut berbagai aspek terkait lainnya, misalnya penguasaan materi tulisan, pengetahuan bahasa tulis, dan motivasi yang kuat. Untuk menghasilkan tulisan yang baik, setiap penulis hendaknya memiliki tiga keterampilan dasar dalam menulis, yaitu keterampilan berbahasa, keterampilan penyajian, dan keterampilan pewajahan. Ketiga keterampilan ini harus saling menunjang atau isi-mengisi. Kegagalan dalam salah satu komponen dapat mengakibatkan gangguan dalam menuangkan ide secara tertulis (Semi, 2003:4)
Jadi, sekurang-kurangnya, ada tiga komponen yang tergabung dalam kegiatan menulis, yaitu (1) penguasaan bahasa tulis yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata, diksi, struktur kalimat, paragraf, ejaan, dan sebagainya; (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan (3) penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya.
Bahasa merupakan sarana komunikasi. Penulis harus menguasai bahasa yang digunakan untuk menulis. Jika dia menulis dalam bahasa Indonesia, dia harus menguasai bahasa Indonesia dan mampu menggunakannya dengan baik dan benar. Menguasai bahasa Indonesia berarti  mengetahui dan dapat menggunakan kaidah-kaidah tata bahasa Indonesia, serta mengetahui dan dapat menggunakan kosa kata bahasa Indonesia. Ia juga harus mampu menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang berlaku, yaitu ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (Syafie’ie, 1988:46).
Mengacu pada pendapat di atas, menulis bukan hanya sekedar menuliskan apa yang diucapkan (membahasatuliskan dari bahasa lisan), tetapi merupakan suatu kegiatan yang terorganisasi sedemikian rupa, sehingga terjadi suatu kegiatan komunikasi tidak langsung antara penulis dan pembaca. Seseorang dapat dikatakan telah terampil menulis, jika tujuan penulisannya sama dengan yang dipahami oleh pembaca.
b.      Tujuan Mengarang
Tujuan utama menulis atau mengarang adalah sebagai sarana komunikasi tidak langsung. Tujuan menulis banyak sekali ragamnya. Tujuan menulis secara umum adalah memberikan arahan, menjelaskan sesuatu, menceritakan kejadian, meringkaskan, dan menyakinkan (Semi, 2003:14-154). Menurut Syafie’ie (1988:51-52),  tujuan penulisan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1)   mengubah keyakinan pembaca;
2)   menanamkan pemahaman sesuatu terhadap pembaca;
3)   merangsang proses berpikir pembaca;
4)   menyenangkan atau menghibur pembaca;
5)   memberitahu pembaca; dan
6)   memotivasi pembaca.
Selain  itu, Hugo Hartig (dalam Tarigan, 2008: 25-26)  mengkalasifikasikan tujuan penulisan, antara lain tujuan penugasan (assingnment purpose), tujuan altruistik (altruistic purpose), tujuan persuasi (persuasive purpose), tujuan penerangan (informational purpose), tujuan penyataan (self-expressive purpose), tujuan kreatif (creative purpose), dan tujuan pemecahan masalah (problem-solving purpose).
Tujuan-tujuan  penulisan tersebut kadang-kadang berdiri sendiri secara terpisah, tetapi sering pula tujuan ini tidak berdiri sendiri melainkan merupakan gabungan dari dua atau lebih tujuan yang menyatu dalam suatu tulisan. Oleh karena itu, tugas seorang penulis tidak hanya memilih topik pembicaraan yang sesuai atau serasi, tetapi juga harus menentukan tujuan yang jelas. Penentuan tujuan menulis sangat erat hubungannya dengan bentuk atau jenis-jenis tulisan atau karangan.
c.       Jenis- Jenis Karangan
Mengarang merupakan kegiatan mengemukakan gagasan secara tertulis. Menurut  Syafie’ie (1988:41), tulisan pada hakikatnya adalah representasi bunyi-bunyi bahasa dalam bentuk visual menurut sistem ortografi tertentu.  Banyak aspek bahasa lisan seperti nada, tekanan irama serta beberapa aspek lainya tidak dapat direpresentasikan dalam tulisan. Begitu juga halnya dengan aspek fisik, seperti gerak tangan, tubuh, kepala, wajah, yang mengiringi bahasa lisan tidak dapat diwujudkan dalam bahasa tulis. Oleh karena itu, dalam mengemukakan gagasan secara tertulis, penulis perlu menggunakan bentuk tertentu. Betuk-bentuk tersebut, seperti  dikemukakan oleh Weayer (dalam Tarigan, 2008: 28) bahwa secara umum karangan dapat dikembangkan dalam empat bentuk yaitu ekposisisi, deskripsi, narasi, dan argumentasi.
1.      Narasi
Karangan narasi (berasal dari naration berarti bercerita) adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk perbuatan  manusia  dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau berlangsung dalam suatu kesatuan waktu (Finoza, 2004:202). Narasi bertujuan menyampaikan gagasan dalam urutan waktu dengan maksud menghadirkan di depan mata angan-angan pembaca serentetan peristiwa yang biasanya memuncak pada kejadian utama (Widyamartaya, 1992:9-10). Menurut Semi (2003:29), narasi merupakan betuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia dari waktu ke waktu.
Selajutnya, Keraf (2010: 136) mengatakan karangan narasi merupakan suatu bentuk karangan yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkai menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Atau dapat juga dirumuskan dengan cara lain; narasi adalah suatu bentuk karangan yang berusaha mengambarkan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat kita simpulkan, secara sederhana narasi merupakan cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam suatu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik.
Karangan narasi merupakan salah satu karangan yang dapat dijadikan alat untuk menyampaikan pangetahuan atau informasi kepada orang lain (Keraf, 2010: 3). Narasi melakukan penambahan ilmu pengetahuan melalui jalan cerita, bagaimana suatu peristiwa itu berlangsung. Karena lebih menekankan jalannya peristiwa, reproduksi masa silam merupakan bidang utama sebuah narasi. Seseorang dapat menginformasikan sesuatu kejadian atau peristiwa pada orang lain  dengan latar belakang kejadian yang nyata maupun rekaan.
Dalam menulis, penulis dituntut mampu membedakan antara narasi dan deskripsi. Narasi mempunyai kesamaan dengan deskripsi, yang membedakannya adalah narasi mengandung imajinasi dan peristiwa atau pengalaman lebih ditekankan pada urutan kronologis. Sedangkan deskripsi, unsur imajinasinya terbatas pada penekanan organisasi penyampaian pada susunan ruang sebagai mana yang diamati, dirasakan, dan didengar. Oleh karena itu, penulis perlu memperhatikan unsur latar, baik unsur waktu maupun unsur tempat.  Dengan kata lain, pengertian narasi itu mencakup dua unsur, yaitu perbuatan dan tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu.
a.      Ciri-Ciri Karangan Narasi
Setiap karangan mempunyai ciri tertentu. Adapun ciri-ciri karangan narasi menurut Semi (2003:31), yaitu:
1)      berupa cerita tentang pengalaman manusia;
2)      kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, dapat pula berupa semata-semata imajinasi, atau gabungan keduanya;
3)      bedasarkan konflik. karena, tanpa konflik biasanya narasi tidak menarik;
4)      memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampainya bersifat sastra, khususnya narasi berbentuk fiksi;
5)      menekankan susunan kronologis (catatan: deskripsi menekankan susunan ruang); dan
6)      biasanya memiliki dialog.

Karangan narasi bisa berisi fakta bisa pula berisi fiksi atau rekaan yang direka atau dikhayalkan oleh pengarangnya. Narasi yang berisi fakta adalah biografi, otobiografi, kisah sejati, dan lain-lain. Sedangakan narasi yang berisi fiksi seperti novel, cerpen, dan cerita bergambar (Marahami, 2005:96). Selain dari itu, Semi (2003:32) juga mengatakan bahwa narasi dibagi atas dua jenis, yaitu narasi informatif yang sering disebut pula narasi ekspositoris, yang pada dasarnya berkencenderungan sebagai bentuk ekposisi yang berkecenderungan memaparkan informasi dengan bahasa yang lugas dan konfliknya tidak terlalu kelihatan. Kedua narasi artistik,  narasi ini  umumnya berupa cerpen atau novel.
2.      Pola Pengembangan Narasi
Menurut Semi (2003:30), tulisan narasi biasanya mempuyai pola. Pola sederhana berupa awal peristiwa, tengah peristiwa, dan akhir peristiwa. Awal narasi biasanya berisi pengantar, yaitu memperkenalkan suasana dan tokoh. Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca. Dengan kata lain, bagian ini  mempunyai fungsi khusus untuk memancing pembaca dan mengiring pembaca pada kondisi ingin tahu kejadian selanjutnya.
Bagian tengah merupakan bagian yang menjelaskan secara panjang lebar tentang peristiwa. Di bagian ini, penulis memunculkan suatu konflik. Kemudian, konflik tersebut diarahkan menuju klimaks cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai klimaks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda. Bagian terakhir ini konfliknya mulai menuju ke arah tertentu.
Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan bermacam-macam. Ada bagian diceritakan dengan panjang, ada yang singkat, ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya sendiri.
Berdasarkan  uraian di atas, dapat  disimpulkan bahwa pengembangan tulisan dengan teknik narasi dilakukan dengan mengemukakan rangkaian peristiwa yang terjadi secara kronologis. Dalam karangan ini, bagian-bagian karangan disajikan sesuai dengan kejadian dalam waktu tertentu. Bagian pertama menyajikan kejadian satu, kemudian disusul dengan kejadian kedua, menyajikan bagian kedua dan seterusnya.
Teknik pengembangan narasi diidetikkan dengan penceritaan (storitelling), karena teknik ini biasanya selalu digunakan untuk menyampaikan sesuatu cerita.  Karangan-karangan berbentuk cerita pada umumnya merupakan karangan fiksi. Namun, teknik narasi ini tidak hanya digunakan  untuk mengembangkan tulisan-tulisan berupa fiksi saja. Teknik narasi ini dapat pula digunakan untuk mengembangkan penulisan karangan nonfiksi  (Syafie’ie, 1988:103). Seorang siswa dapat menuliskan darmawisata, seorang wartawan menuliskan laporan kunjungannya ke suatu negara, seorang arkheologi menuliskan jalannya penggalian sejarah yang dilakukannya.
2.      Eksposisi
Kata ekposisi dipungut dari kata bahasa Inggris exposition sebenarnya berasal dari kata bahasa latin yang berarti membuka atau memulai (Finoza, 2004:204). Menurut Widyamartaya (1992:9-10), ekposisi bertujuan menyampaikan gagasan yang berupa fakta atau hasil-hasil pemikiran dengan maksud untuk memberitahu atau menerangkan sesuatu seperti masalah, mafaat, jenis, proses, rencana, atau langkah-langkah. Jadi, ekposisi adalah tulisan yang bertujuan menjelaskan atau memberikan informasi tentang sesuatu. Menurut Semi (2003:35), bila suatu tulisan yang berupa ekposisi berkecenderungan untuk lebih menekankan pembuktian dari suatu proses penalaran, mempengaruhi pembaca dengan data yang lengkap, berkeinginan mengubah pandangan pembaca agar menerima pendapat penulis, tulisan ekposisi itu secara lebih khusus disebut argumentasi. Bila tulisan ekposisis berkecenderungan untuk menonjolkan perincian atau detail sehingga seolah-olah lengkap bagaikan foto keadaan yang dijelaskan itu sehingga mampu menggugah perasaan pembaca sehingga pembaca bagaikan diajak menyaksikan sendiri peristiwa itu, dan tulisan itu lebih banyak menggunakan susunan ruang, tulisan ekposisi tersebut secara lebih khusus dinamakan deskipsi. Dengan demikian, secara garis besar hanya ada dua jenis tulisan, yaitu narasi ada ekposisi, ekposisis dapat pula membentuk diri menjadi argumentasi atau deskripsi.
Sehubungan dengan hal di atas, pada dasarnya ciri-ciri narasi sama dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh deskripsi dan argumentasi. Adapun ciri-ciri karangan ekposisi menurut  Semi (2003:37), yaitu
1)      berupa tulisan yang memberikan pegertian dan pengetahuan;
2)      menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa, kapan, dan bagaimana;
3)      disampaikan dengan lugas dengan bahasa baku;
4)      menggunakan dengan nada netral, tidak memihak, dan memaksakan sikap penulis terhadap pembaca;
Adapun ciri-ciri karangan ekposisi menurut Keraf (1982:4-5), yaitu: (a). ekposisi hanya berusaha menjelaskan atau menerangkan suatu pokok persoalan, (b). keputusan suatu ekposisi diserahkan kepada pembaca, (c). gaya cerita ekposisi lebih cenderung berisi informatif, (d). fakta  yang dipakai dalam suatu ekposisi hanya sebagai alat kontrasasi, yaitu rumusan kaidah yang dibuat itu lebih konkret.
Bedasarkan ciri tersebut karangan ekposisi hanya berusaha menyampaikan sesuatu pemberitahuan, pengetahuan tanpa mempegaruhi minat dan sikap pembaca, Pembaca diberi kesempatan untuk menerima, memutuskan atau menolak tentang sesuatu yang diuraikan penulis. Gaya penyampaiannya cenderung bersifat informatif, artinya penulis juga memberikan penjelasan untuk gagasan, sehingga pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang sesuatu yang dimaksudkan dari gagasan tersebut.
Pemberian informasi penjelasan melalui karangan ekposisi hanya bersifat menguraikan dan memberi pengenalan lanjutan bagi pembaca dan bukan merupakan suatu pembuktian. Penggunaan bahasa dalam karangan ini tidak dipengaruhi oleh unsur subjektifitas dan emosional. Penulis hanya menjelaskan apa adanya dan tidak membubui dengan kata-kata yang menarik minat dan emosi pembaca. Penggunaan kosakata cenderung bermakna denotatif.
Karangan ekposisi berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik. Tujuan utama karangan ini adalah memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk mencapai tujuan yang  diharapkan, pola pengembangan karangan ekposisi biasanya dikembangkan dengan susunan logis dengan pola pengembangan gagasan seperti definitif, klasifikasi, ilustrasi, perbandingan dan pertentangan, dan analisis fungsional (Semi, 2003:37). Karangan ini berisi gambaran mengenai suatu hal atau keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.
Jenis karangan ekposisi dapat berupa kisah perjalanan, pemaparan suatu peristiwa atau kejadian, bentuk struktur dan tugas organisasi atau laporan kegiatan. Untuk memperjelas uraian, karangan ini dapat dilengkapi dengan grafik atau gambar.
3.      Deskripsi
Deskripsi dipungut dari bahasa Inggris description. Kata ini berhubungan dengan verba to describe (melukis dengan bahasa). Dalam bahasa latin, deskripsi dikenal dengan describere yang berarti ’menulis tentang’ membeberkan sesuatu hal, melukis sesuatu hal (Finoza, 2004:197-198). Deskripsi adalah tulisan yang tujuannya memberikan perincian atau detail tentang objek sehingga dapat memberi pengaruh pada sentivitas dan imajinasi pembaca atau pendengar bagaikan mereka ikut melihat, mendengar, merasakan, atau mengalami langsung objek tersebut (Semi, 2003:41). Menurut Suparno dan Yunus (2008: 4.6), deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Deskripsi bertujuan menyampaikan sesuatu hal dalam urutan atau rangka ruang dengan maksud untuk menghadirkan di depan mata angan-angan pembaca segala sesuatu yang dilihat, didengar, dicecap, diraba, atau dicium oleh pengarang. (Widyamartaya, 1992:9-10). Jadi, deskripsi adalah bentuk tulisan yang bertujuan memperluas pengetahuan dan pengalaman pembaca dengan jalan melukiskan hakikat objek yang sebenarnya.
Supaya karangan ini sesuai dengan penulisannya, diperlukan suatu pendekatan. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan realistis dan pendekatan impresionistis. Penulis ditutut memotret hal atau benda seobjektif mungkin sesuai dengan keadaan yang dilihatnya, dinamakan pendekatan realistis. Sebaliknya, pendekatan impresionistis adalah  pendekatan yang berusaha menggambarkan sesuatu secara subjektif  (Finoza, 2004:197-198).
Menurut Semi (2003:41), deskripsi ini merupakan ekposisis juga, sehingga ciri umum yang dimiliki oleh ekposisi pada dasarnya dimiliki pula oleh deskripsi. Lebih lanjut, Semi (2003:41) mengatakan bahwa ciri-ciri deskripsi yang sekaligus sebagai pembeda dengan ekposisi adalah sebagai berikut.
1)      Deskripsi lebih berupaya memperlihatkan detail atau perincian tentang objek.
2)      Deskripsi lebih bersifat memberi pengaruh sensitivitas dan membentuk imajinasi pembaca.
3)      Deskripsi disampaikan dengan gaya yang nikmat dengan pilihan kata yang menggugah; sedangkan ekposisi gayanya lebih lugas.
4)      Deskripsi lebih banyak memaparkan tentang sesuatu yang dapat didengar dilihat, dan dirasakan sehingga objeknya pada umumnya berupa benda, alam, warna, dan manusia.
5)      Organisasi penyampaiannya lebih banyak menggunakan susunan ruang (spartial order).

Di antara ciri-ciri tersebut yang tidak dimiliki oleh ekposisi adalah gaya yang indah dan memikat sehingga memancing sesitivitas dan imajinasi pembaca atau pendengar. Ada pula deskripsi yang disampaikan dengan bahasa yang lugas dan juga tidak memancing sensitivitas pembaca, tapi menekankan pada perincian atau detail dengan mengajukan pembuktian atau banyak contoh (mis. deskripsi tentang keadaan ruang praktik atau  deskripsi tentang keadaan daerah yang dilanda tsunami). Oleh sebab itu, karangan deskripsi dibagi atas dua, yaitu deskripsi  ekpositoris (deskripsi teknis) dan deskripsi artistik (disebut juga deskripsi literer, impresionistik, atau sugestif) (Semi, 2003:43). Lebih lanjut, Semi (2003:43) mengatakan bahwa karangan yang bertujuan menjelaskan sesuatu dengan perincian yang jelas sebagaimana adanya tanpa manekankan unsur impresif atau sugestif kepada pembaca, dinamakan deskripsi ekpositorik. Selain itu juga menggunakan bahasa-bahasa yang formal dan lugas. Sebaliknya, deskripsi artistik adalah deskripsi yang mengarah kapada  pangalaman kepada pembaca bagaikan berkenalan langsung dengan objek yang disampaikan dengan jalan menciptakan sugesti dan impresi melalui keterampilan penyampaian dengan gaya yang memikat dan pilihan kata yang menggugah perasaan.
4.      Argumentasi
Menurut Keraf (2010: 3), “Argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa diinginkan oleh penulis atau pembicara”. Argumentasi adalah tulisan yang bertujuan menyakinkan atau membujuk pembaca tentang pendapat atau pernyataan penulis (Semi, 2003:47).
Menurut Suparno dan Yunus (2008: 5.36), “karangan argumentasi ialah karangan yang terdiri atas paparan alasan dan penyintesisan pendapat untuk membangun suatu kesimpulan”.
Lebih jauh Keraf (2010: 4) menyatakan, dasar tulisan argumentatif  adalah berpikir kritis dan logis, bertolak dari fakta-fakta yang ada serta memiliki motivasi yang kuat dengan landasan fakta-fakta yang ada tersebut. Sebab itu penulis harus meneliti fakta-fakta yang dijadikan landasannya dalam berargumentasi. Dengan fakta yang benar, ia dapat menuturkan suatu yang lagis sehingga menjadi sebuah kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Widyamartaya (1992:9-10), argumentasi bertujuan menyampaikan gagasan berupa data, bukti hasil penalaran, dan sebagainya dengan maksud untuk menyakinkan pembaca tentang kebenaran pendirian atau kesimpulan pengarang atau untuk memperoleh kesepakatan pembaca tentang maksud pengarang. Tujuan utama karangan ini adalah untuk menyakinkan pembaca agar menerima atau mengambil suatu dokrin, sikap, dan tingkah laku tertentu. Adapun ciri-ciri karangan argumentasi menurut Finoza (2004:207), yaitu
a)      mengemukakan alasan atau bantahan sedemikian rupa dengan tujuan mempengaruhi keyakinan pembaca agar menyetujuinya;
b)      mengusahakan suatu pemecahan masalah; dan
c)      mendiskusikan suatu persoalan tanpa perlu mencapai suatu penyelesaian.
Menurut Semi (2003:48), ciri-ciri pengembangan karangan argumentasi-sekaligus merupakan juga ciri pembeda dengan ekposisi adalah  sebagai berikut.
a)      bertujuan menyakinkan orang lain (ekposisi memberi informasi);
b)      berusaha membuktikan suatu penyataan atau pokok persoalan (ekposisi hanya menjelaskan);
c)      menggugah pendapat pembaca (ekposisi meyerahkan keputusan kepada pembaca); dan
d)     fakta yang ditampilkan merupakan bahan pembuktian (ekposisi menggunakan fakta sebagai alat mengkongkretkan).
Berdasarkan pendapat di atas, argumentasi merupakan karangan yang berusaha menjelaskan suatu masalah dengan menyajikan alasan-alasan. Ketika mengembangan karangan ini, Penulis harus menganalisis dan menjelaskan suatu masalah secara terperinci dan mendalam, alasan-alasan yang dikemukakan harus didukung dengan bukti-bukti yang menyakinkan. Dengan kata lain, argumen adalah suatu proses benalar.
Pengarang dapat dapat menggunakan penalarannya dengan metode deduktif induktif. Deduktif merupakan metode benalar yang bergerak dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal atau pernyataan yang bersifat khusus. Sebaliknya, induktif adalah metode benalar yang dimulai dengan mengemukakan penyatan yang bersifat khusus kemudian diiringi dengan kesimpulan umum.  Pengarang dapat mengajukan penalarannya berdasarkan contoh-contoh, analogi, akibat ke sebab, sebab ke akibat,  dan pola-pola deduktif  ke induktif. 
Argumentasi dan ekposisi merupakan bentuk atau jenis tulisan yang paling banyak digunakan di dalam tulisan-tulisan ilmiah. Karangan ini bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat atau  kesimpulan dengan data atau fakta sebagai alasan atau  bukti. Dalam karangan ini, pengarang mengharapkan pembenaran pendapatnya dari pembaca. Adanya unsur opini dan data, juga fakta atau alasan merupakan penyokong opini tersebut.
Langkah-langkah penyusunan karangan argumentasi yang perlu diperhatikan menurut Suparno dan Yunus (2008: 5.39-5.41) yaitu:
a.    Menentukan topik/tema argumentasi
b.    Menentukan tujuan penulisan
c.    Menyusun kerangka karangan
d.   Mengumpulkan fakta, data, dan informasi
e.    Mengembangkan kerangka karangan
2.      Hakikat Model Pembelajaran Think-Pair-Share(TPS)
a.      Pembelajaran Mengarang
Belajar dan mengajar merupakan dua istilah dalam dunia pendidikan yang sangat populer. Kedua istilah itu mengacu kepada suatu proses yang terjadi dalam suatu rangkaian unsur yang saling terkait. Belajar berarti berusaha agar memperoleh kepandaian atau ilmu. Kegiatan ini merupakan suatu proses yang terjadi secara bertahap. Tahap-tahap tersebut terdiri dari informasi, transformasi, dan evaluasi. Informasi menyangkut materi yang akan diajarkan, transformasi berkenaan dengan proses memindahkan materi, dan evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang tingkat keberhasilan anak didik dalam belajar dan keberhasilan guru dalam mengajar (Djamarah, 2000:20). Jadi, belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk menimbulkan perubahan pada anak didik.
Bagaimanapun  bentuknya, proses belajar mengajar harus diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam proses belajar mengajar menulis, tujuan tersebut adalah agar siswa memiliki pengetahuan menulis, bersikap positif terhadap ilmu dan aktivitas, serta terampil menulis.
Untuk mencapai tujuan di atas, segala sesuatu harus diupayakan sedemikan rupa sehingga proses belajar mengajar menulis tersebut lebih bermafaat. Sehubungan dengan itu, ada beberapa hal perlu diperhatikan dalam pengelolaan proses belajar mengajar menulis. Hal itu meliputi materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
1.      Materi Pembelajaran Mengarang
Pemilihan dan penyusunan materi ajar dalam proses belajar mengajar menulis harus dirancang  sedemikian rupa sehingga materi itu dapat mengarahkan siswa untuk terampil berbahasa Indonesia secara tertulis. Variasi dan bobot kesukaran materi perlu disesuaikan dengan komponen proses belajar mengajar yang lain (siswa, media, dan lain-lain). Bila perlu, materi pembelajaran berasal dari pemikiran, tugas, atau pengalaman siswa.
2.      Tujuan Pembelajaran Mengarang
Secara umum tujuan pembelajaran menulis adalah siswa mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam berbagai ragam tulisan (Depdiknas, 2003). Oleh karena itu, tujuan proses belajar mengajar menulis hendaknya selalu diarahkan kepada kegiatan terampil menulis. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru dalam perencanaan pengajarannya harus memperhatikan poin-poin tertentu yang dapat memudahkannya mencapai tujuan tersebut. Jadi, latihan menulis dengan segala dinamikanya merupakan kunci utama keberhasilan.
Siswa harus dibiasakan  menulis. Hasil tulisan tersebut didiskusikan, sehingga mereka mengetahui kelemahan dan keunggulannya. Berdasarkan hal tersebut diputuskan lah suatu tindak lanjut yang mengarah kepada keterampilan menulis siswa. Sekalipun tujuan pengajaran adalah terampil, bukan berarti aspek yang lain (pengetahuan dan sikap) diabaikan. Artinya, di akhir proses belajar mengajar hendaknya siswa terampil menulis dan mengerti dengan kaidah-kaidah menulis.
Menurut Raimes (1987) (dalam www.puskur.net) tujuan pembelajaran menulis meliputi (a) memberikan penguatan (reinforcement),(b) memberikan pelatihan (training),(c) membimbing siswa melakukan peniruan atau imitasi (imitation, (d) melatih siswa berkomunikasi (communication),(e) membuat siswa lebih lancar dalam berbahasa (fluency), dan (f) menjadikan siswa lebih giat belajar (learning). Keenam tujuan pedagogis menulis itu secara berurutan dijelaskan berikut ini.  
Untuk mencapai tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan, khususnya proses belajar mengajar menulis. Penetapan dan pengelolaan perencanaan, proses, evaluasi, dan tindak lanjut pembelajaran merupakan hal utama yang harus dikelola dengan tepat.
3.      Metode Pembelajaran Mengarang
Menurut Suparta dan Aly (2008: 159), ”Metode mengajar ialah cara yang dilakukan guru untuk menyampaikan pelajaran kepada pelajar. Karena penyampaian itu berlangsung dalam interaksi edukatif, metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan pelajar pada saat berlangsungya pelajaran.
Metode pengajaran merupakan cara mengajar pengajar dalam proses belajar mengajar yang dibina. Pilihan metode yang tepat sangat membantu tingkat ketercapaian tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, pengajar menulis harus dapat menerapkan metode pengajaran dengan tepat. Persoalan penggunaan media juga perlu mendapat perhatian. Metode pelatihan dan diskusi merupakan dua metode yang ampuh dalam rangka menerampilkan pembelajar menulis.
Dalam proses belajar mengajar, siswa disuruh menulis tentang apa saja (sebaiknya materi yang dekat dengan siswa). Hasil tulisan tersebut dikoreksi dan didiskusikan dari berbagai aspek penggunaan  bahasa. Untuk kelas yang besar, pelibatan teman sebaya perlu dilakukan. Dengan kegiatan tersebut, siswa akan mengetahui kelemahan dan keunggulannya dalam hal ketatabahasaan, kelogisan pikiran, dan kaidah-kaidah menulis lainnya.
b.      Model Pembelajaran Think-Pair-Share(TPS)
Strategi Think Pair Share (TPS) atau berpikir-berpasangan-berbagi adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Strategi think-pair-share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997), menyatakan bahwa think-pair-sharemerupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespons dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami.
Menurut Huda (2013: 132), think-pair-share merupakan metode sederhana dimana siswa diminta untuk duduk berpasangan. Kemudian guru mengajukan pertanyaan/masalah. Setiap siswa diminta untuk berpikir sendiri-sendiri terlebih dahulu, kemudian mendiskusikan  hasil pemikirannya kepada pasangan di sebelahnya agar mendapat jawaban yang mewakili keduanya. Setelah itu guru meminta siswa untuk men-share jawaban mereka pada siswa lain yang ada di kelas. Sedangkan Aqib (2013: 24), model think-pair-share dirancang untuk mempengaruhi pada interaksi siswa.
 Selanjutnya, Aqib (2013: 24) menjelaskan langkah-langkah model think-pair-share sebagai berikut:
1.      Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.
2.      Siswa diminta untuk berpikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru.
3.      Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
4.      Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.
5.      Berawal dari kegiatan tersebut, mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.
6.      Guru memberi kesimpulan.
7.      Penutup.
Sedangkan menurut Huda (2013: 136-137), prosedurnya adalah sebagai berikut:
1.      Siswa dikelompokkan dengan 4 anggota/siswa.
2.      Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.
3.      Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas sendiri-sendiri terlebih dahulu.
4.      Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan, setiap pasangan mendiskusikan hasil individunya.
5.      Kedua pasangan lalu bertemu kembali untuk men-sharehasil diskusinya.
Dari pemaparan di atas, dalam menggunakan think-pair-share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan dapat  menggunakan langkah-langkah (fase) berikut:
a.       Langkah 1: Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa mengunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.
b.      Langkah 2: Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yg disediakan dapat menyatukan gagasan apabila masalah khusus diidentifikasikan. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
c.       Langkah 3: Berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan.
D.    Kerangka Berpikir dan Pengajuan Hipotesis
1.      Pengaruh variabel X terhadap variabel Y
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses interaksi edukatif yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam kelas dan situasi tertentu. Agar bahan pelajaran dapat disajikan kepada siswa dengan baik, maka seharusnya guru lebih selektif untuk memilih metode pembelajaran yang efektif.
Metode pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) merupakan metode yang efektif untuk diterapkan oleh guru khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Proses penerapannya terbagi atas tiga tahapan, berfikir, berbagi dan berpasang. Metode ini sangat berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga tercipta suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Metode yang akan diterapkan ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan argumentasi siswa kelas VIII MTs Mathla’ul Anwar Hunibera yang diberikan perlakuan, dibandingkan dengan menggunakan metode konvensional dalam proses pembelajaran yang selama ini.
2.      Hipotesis Penelitian
Sugiyono, (2008: 64) menyatakan bahwa hipotesis merupakan  jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Berdasarkan pemahaman tersebut dan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: “Terdapat Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Terhadap Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi Siswa Kelas VIII MTs Mathla’ul Anwar Hunibera Tahun Pelajaran 2012/2013”.



E.     Metode Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian
1.      Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MTs Mathla’ul Anwar Hunibera. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun 2012/2013 dari April sampai Juni 2013.
TABEL
RINCIAN JADWAL PENELITIAN
No
Uraian Kegiatan
Alokasi Waktu Pelaksanaan
April
Mei
Juni
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
5



















1.
Pengajuan judul dan proposal penelitian













2.
Sidang proposal













3.
Revisi proposal + ACC













4
Perizinan penelitian













5.
Survei tahap awal dan pengambilan data-data awal













6.
Penentuan kelas kontrol dan eksperimen













7.
Menyusun instrumen penelitian













8.
Mulai penelitian pada kelas kontrol dan kelas













Eksperimen



9.
Evaluasi hasil belajar pada kelas kontrol dan kelas













Eksperimen


10.
Menganalisis hasil penelitian













11.
Menyusun laporan

































2.      Populasi dan Sampel
a.       Populasi
Arikunto (2010: 173) mengemukakan bahwa, “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus”. Dengan demikian, populasi penelitian ini adalah seluruh siswa MTs Mathla’ul Anwar Hunibera Tahun Pelajaran 2012/2013. Jumlah populasi seluruhnya adalah 316 siswa. Adapun rincian populasi tersebut dapat dilihat berikut ini.
TABEL
RINCIAN POPULASI
No.
Kelas
Banyak Siswa
Keterangan
1
Tujuh A (VII A)
43

2
Tujuh B (VII B)
41

3
Tujuh C (VII C)
42

4
Delapan A (VIII A)
28

5
Delapan B (VIII B)
34

6
Delapan C (VIII C)
37

7
Sembilan A (IX A)
28

8
Sembilan B (IX B)
32

9
Sembilan  C (IX C)
31


Total Populasi
316


b.      Sampel
“Sampel adalah sebagian atau wakil yang diteliti” (Arikunto, 2010: 174). Dari sampel yang ada merupakan sampel yang berstrata/bertingkat, yaitu kelas VII, VIII dan IX serta sudah barang tentu memiliki kemampuan berbahasa yang berbeda. Hal ini tentunya bertentangan dengan maksud penelitian yang ingin menggenaralisai hasil penelitian dikarenakan sampel bukan merupakan populasi yang homogen. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Arikunto (2010: 364), ”Pengujian homogenitas sampel menjadi sangat penting apabila peneliti bermaksud melakukan generalisasi untuk hasil penelitiannya serta penelitian yang data penelitiannya diambil dari kelompok-kelompok terpisah yang berasal dari satu populasi”.
Guna mengatasi permasalahan di atas, maka peneliti memilih teknik sampling yaitu teknik cluster sampling. Teknik cluster sampling adalah teknik memilih sebuah sampel dari kelompok-kelompok unit yang kecil, atau cluster yang merupakan subpopulasi dari total populasi serta bersifat tidak homogen (Nazir, 2003: 311). Selanjutnya Nazir (2003: 277) menyatakan, ”Biasanya randomisasi hanya di kala memilih cluster, dan tidak di kala memilih anggota unit elementer”. Dengan demikian untuk memilih cluster dilakukan randomisasi, dan hasilnya terpilih kelas VIII sebagai sampel dengan banyaknya siswa 99 orang (kelas VIII A=28, kelas VIII B=34, dan kelas VIII C=37). Selanjutnya, dipilih kelas VIII B sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII C sebagai kelas kontrol.
3.      Metode Penelitian
Metode yang akan dipakai dalam penelitian adalah metode eksperimen. Sugiyono (2010: 107) mengemukakan, “Metode eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan”. Selanjutnya, desain eksperimen yang dipilih adalah Posttest-Only Control Design, dimana dalam desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R). Kelompok pertama (eksperimen) diberi perlakuan (X) dan kelompok yang lain (kontrol) tidak diberi perlakuan (Sugiyono, 2010: 112).
4.      Teknik Pengumpulan Data
            Objek penelitian ini adalah karangan siswa. Siswa diberi tugas menulis karangan argumentasi berdasarkan teks wawancara dengan waktu yang telah ditentukan (90 menit). Instrumen yang digunakan adalah teks wawancara. Teks wawancara tersebut dikembangkan menjadi karangan argumentasi. Teks wawancara yang telah diubah menjadi karangan argumentasi diberi penilaian berdasarkan aspek-aspek yang telah ditentukan. Aspek penilaian tersebut dibagi atas dua jenis, yaitu aspek substansi dan aspek kebahasaan. Adapun rincian aspek ini adalah sebagai berikut.
TABEL
ASPEK SUBSTANSI
No.
Aspek penilaian
Skor maksimum
Skor siswa
1.
susunan kronologis
30

2.
kesesuaian isi narasi dengan teks wawancara
30

Jumlah
60


TABEL
ASPEK KEBAHASAAN
No.
Aspek penilaian
Skor maksimum
Skor siswa
1.
Ejaan
10

2.
Diksi
10

3.
kalimat efektif
10

4.
Paragraph
10

Jumlah
40


5.      Teknik Analisis Data
Analisis statistik yang digunakan adalah statistik inferensial dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji t-tes yaitu membandingkan keterampilan menulis karangan argumentasi siswa yang diberi perlakuan dengan metode pembelajar kooperatif Think-Pair-Share.
Sebelum melakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis. Setelah dilakukan uji prasyarat analisis, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis. Dalam hal ini langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
a.    Uji Prasyarat Analisis
Dalam uji prasyarat analisis, langkah yang ditempuh adalah menguji normalitas dan homogenitas data, yaitu sebagai berikut:
1.       Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Dalam hal ini, peneliti menggukan statistik uji chi kuadrat dengan rumus sebagai berikut:
Dengan,
       : chi kuadrat
        : frekuensi yang diobservasi
        : frekuensi yang diharapkan
Selantujnya dari χ2 hitung yang telah diperoleh dibandingkan dengan χ2 tabel dengan derajat kebebasan dk = K – 3 dan taraf signifikansi α = 5%. Data dikatakan normal apabila χ2hitung < χ2tabel. (Arikunto, 2010: 333).


2.       Uji Homogenitas.
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah varians populasi homogen atau tidak. Dalam hal ini, peneliti melakukan pengujian dengan uji Fisher (uji F) dengan rumus sebagai berikut:
dengan,
F         : Homogenitas yang dicari
MKk    : Mean Kuadrat Kelompok
MKd    : Mean Kuadrat Dalam
Dari Fhitung yang diperoleh kemudian dikonsultasikan Ftabel. Dikatakan kelompok ekperimen dan kelompok kontrol berasal dari populasi yang memiliki variansi yang relatif sama  apabila Fhitung < Ftabel (Arikunto, 2010: 367).
b.    Pengujian Hipotesis
Setelah melakukan uji normalitas dan uji homogenitas, maka langkah berikutnya adalah melakukan analisis uji-t. Dalam hal ini, peneliti menggunakan uji statistik uji-t untuk satu pihak yaitu pihak kanan.
Rumus  uji-t  yang digunakan yaitu sebagai berikut.
Dengan,
Keterangan:
 : rata-rata nilai kelompok eksperimen
 : rata-rata nilai kelompok kontrol
  : simpangan baku
: varians pada kelompok eksperimen
: varians pada kelompok kontrol
 : banyak subjek kelompok eksperimen
 : banyak subjek kelompok kontrol
   (Sudjana, 2001:293).
Kriteria pengujian adalah diterima hipotesis nihil (H0) jika nilai thitunglebih kecil dari pada ttabel pada taraf signifikansi 5 persen dengan dk tertentu atau diterima hipotesis alternatif (H1) jika nilai thitunglebih besar atau sama dengan ttabel pada taraf siknifikansi 5 persen dengan derajat kelas tertentu.
F.     Statistik Hipotesis Penelitian (Secara Matematika)
Dalam hal ini statistik hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:
H0 : thitung ≤ ttabel      = Tidak terdapat Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Terhadap Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi Siswa Kelas VIII MTs Mathla’ul Anwar Hunibera Tahun Pelajaran 2012/2013.
H1 : thitung > ttabel      = Terdapat Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Terhadap Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi Siswa Kelas VIII MTs Mathla’ul Anwar Hunibera Tahun Pelajaran 2012/2013.



G.    Daftar Pustaka
Aqib, Zainal. 2013. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Didya.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

_______. 2003. Kurikulum 2004. Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Menengah  Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta:Depdiknas.

Djamarah, Saiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Dididik dalam Pambelajaran Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Finoza, Lamuddin. 2004. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Insan Mulia.

Huda, Miftahul. 2013. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Keraf, Gorys. 2010. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia.

Marahami, Ismail. 2005. Menulis Secara Populer. Cetakan Kelima. Jakarta: Pustaka Jaya.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Semi, M. Atar. 2003. Menulis Efektif. Padang: Angkasa Raya.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

_______. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D). Bandung: Alfabeta.

Suparno dan Mohamad Yunus. 2008. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suparta, Munzier dan Hery Noer Aly. 2008. Metodologi Pengajaran Agama Islam.Jakarta: Amissco.

Syafie’ie, Imam. 1988. Retorika dalam Menulis. Jakarta: P2LPTK Depdikbud.

Tarigan, H.G. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

0 komentar:

Posting Komentar