Pages

Sabtu, 17 April 2010

(017) Pengangkutan Barang Melalui Kapal Laut Menggunakan Sistem Container

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan

Memasuki pasar bebas AFTA (Asia Free Trafe Area) tahun 2003, dunia ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami perubahan sistem yang signifikan. Pasar bebas berarti masuknya komoditi barang dan jasa bebas tanpa ada lagi perlakuan istimewa yang bersifat nasional maupun regional.

Bagi Indonesia beberapa jenis komoditi ekspor sangat mendapat perhatian dari pemerintah, karena secara umum perekonomian Indonesia tidak lagi mengandalkan komoditi migas sebagai penyumbang devisa dalam pembangunan. Itulah sebabnya deregulasi dan debirokratisasi yang pemerintah gulirkan sampai saat ini diarahkan pada peningkatan dan kemajuan eksport produk-produk non migas. Tetapi pada saat yang bersamaan terjadi ketimpangan lain yang perlu segera ditangani dan dibenahi, seperti misalnya perangkat hukumnya.

Persaingan bebas di tingkat internasional berarti efisiensi dan keharusan adanya kepastian hukum. Perdagangan dalam partai besar yang ditujukan untuk ekspor sangat dominan dilakukan melalui laut. Untuk keamanan, keselamatan dan kelancaran pengangkutan barang, baik eksportir maupun importir banyak menggunakan sistem container.[1]

Negara Indonesia sebagai negara kepulauan dalam rangka mencapai tujuan cita-citanya seperti yang ditetapkan dalam konsep wawasan nusantara memerlukan sarana transportasi yang mantap. Salah satu sarana transportasi yang memegang peranan penting adalah angkutan laut.

Keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta sebagian besar lautan memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui negara dapat dijangkau. Adanya tiga jalur pengangkutan ini mendorong penggunaan alat pengangkutan modern yang digerakkan secara mekanik.

Kemajuan bidang pengangkutan terutama yang digerakkan secara mekanik akan menunjang pembangunan diberbagai sektor, salah satunya sektor perdagangan, pengangkutan mempercepat penyebaran perdagangan, barang kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pembangunan sampai keseluruh pelosok tanah air.

Kemajuan bidang pengangkutan mendorong pengembangan ilmu hukum baik perundang-undangan maupun kebiasaan pengangkutan. Sesuai tidaknya undang-undang pengangkutan yang berlaku sekarang dengan kebutuhan masyarakat tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan. Demikian juga perkembangan hukum kebiasaan, seberapa banyak perilaku yang diciptakan sebagai kebiasaan dalam pengangkutan tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan.

Pada prinsipnya pengangkutan merupakan perjanjian yang tidak tertulis. Para pihak mempunyai kebebasan menentukan kewajiban dan hak yang harus dipenuhi dalam pengangkutan. Undang-undang hanya berlaku sepanjang pihak-pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian yang mereka buat dan sepanjang tidak merugikan kepentingan umum.

Subyek perjanjian pengangkutan meliputi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan, subyek pengangkutan mempunyai status yang diakui oleh hukum, yaitu sebagai pendukung kewajiban dan hak dalam pengangkutan. Pendukung kewajiban dan hak ini dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum.

Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan mengadakan persetujuan yang meliputi apa yang menjadi obyek pengakutan, tujuan yang hendak dicapai, syarat-syarat dan cara bagaimana tujuan itu dapat dicapai melalui perjanjian pengangkutan.

Obyek perjanjian pengangkutan adalah apa yang diangkut (muatan barang), biaya pengangkutan dan alat pengangkutan. Muatan barang meliputi berbagai jenis barang dan hewan yang diakui sah oleh undang- undang.[2]

Jadi jelaslah bahwa pengangkutan laut sebagai sarana untuk pengiriman barang, baik ekspor maupun impor sangat menunjang pembangunan ekonomi Indonesia, walaupun ada kalanya dalam pengangkutan barang menghadapi kemungkinan terjadinya keterlambatan, kerusakan atau hilang dan yang lebih buruk dari hal itu disalahgunakannya untuk kepentingan melawan hukum. Oleh karena itu dalam hal ini PT. Djakarta Lloyd sebagai pihak pengangkut mempunyai kewajiban untuk melindungi muatan barang agar selamat sampai di tempat tujuan.

Meningkatnya volume ekspor dan jenis komoditinya mengundang pelaku bisnis dan ekonomi dan khususnya pengusaha kapal, perusahaan perkapalan juga eksportir maupun importir untuk menata diri dan tanggap pada gejala kemungkinan resiko yang timbul dari pengangkutan barang dengan sistem container.

Walaupun sistem container dianggap lebih aman dan ringkas untuk pengangkutan barang-barang ekspor dan impor, namun peluang disalahgunakan untuk mencari keuntungan ekonomi atau politis secara melawan hukum tetap ada.[3]

B. Identifikasi Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini penulis menguraikan tentang perjanjian pengangkutan, dimana dalam pengangkutan itu jenisnya bermacam-macam dan obyeknya berupa muatan barang dan orang atau penumpang. Pada penulisan kali ini penulis membatasi masalah hanya berkisar pada perjanjian pengangkutan laut, sedangkan obyeknya penulis membatasi pada masalah muatan barang. Muatan barang disini maksudnya tidak hanya sejenis, tetapi barang disini dapat berupa barang apa saja, baik itu barang-barang berbobot, butiran kering, barang cair dan barang yang memerlukan pendinginan (mudah membusuk).

2. Perumusan Masalah

Dalam kaitannya dengan latar belakang tersebut di atas, maka perlu diadakan perumusan masalah yang akan menjadi dasar penulisan. Masalah pengangkutan barang melalui kapal laut dengan mempergunakan sistem container pada PT. Djakarta Lloyd, dapat dirumuskan sebgai berikut :

a. Bagaimanakah terjadinya perjanjian pengangkutan barang melalui kapal laut?

b. Akibat apakah yang ditimbulkan dari perjanjian pengangkutan barang melalui kapal laut?

c. Sejauhmanakah tanggung jawab pengangkutan barang melalui kapal laut?

d. Bagaimana perjanjian pengangkutan barang dengan sistem container melalui kapal laut pada PT. Djakarta Lloyd?

e. Sejauhmanakah keuntungan pengangkutan barang melalui kapal laut berdasarkan sistem container?

f. Bagaimana prinsip-prinsip hukum Islam mengenai perjanjian pengangkutan barang di laut?

C. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penulisan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui terjadinya perjanjian pengangkutan barang melalui kapal laut.

2. Untuk mengetahui akibat yang timbul dari perjanjian pengangkutan barang melalui kapal laut.

3. Untuk memahami tanggung jawab pengangkutan barang melalui kapal laut.

4. Untuk memahami perjanjian pengangkutan barang dengan sistem container melalui kapal laut pada PT. Djakarta Lloyd.

5. Untuk mengetahui keuntungan pengangkutan barang melalui kapal laut berdasarkan sistem container.

6. Untuk mengetahui prinsip-prinsip hukum Islam mengenai perjanjian pengangkutan barang di laut.

7. Untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat untuk menyelesaikan studi Strata Satu (S-1) pada Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta.

D. Kegunaan Penelitian.

Sebagaimana dijelaskan dalam tujuan penulisan di atas, maka kegunaan penelitian yang dilakukan penulis adalah :

1. Untuk menambah wawasan pola berpikir secara analisis dan ilmiah dari penulis sendiri terhadap hukum perjanjian dalam pengangkutan barang melalui kapal laut.

2. Sebagai masukan bagi pimpinan PT. Djakarta Lloyd pada khususnya dan para perusahaan pengangkutan barang melalui kapal laut pada umumnya, di dalan menyusun program kerja dalam rangka melakukan pengangkutan barang.

3. Sebagai masukan untuk menambah wawasan pola berpikir para pengusaha pengangkutan barang melalui kapal laut, supaya dalam penyangkutan barang kapal laut selamat sampai tujuan yang diinginkan.

4. Sebagai usaha untuk memperluas bidang pengangkutan barang di wilayah Nusantara pada khususnya dan pengangkutan barang internasional pada umumnya.

E. Kerangka Pemikiran

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Israa' ayat 70, yang berbunyi :

Artinya :

"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan".

Dalam Al-Qur'an surat At-Tuabah ayat 4, Allah SWT berfirman sebagai berikut:

Artinya :

"Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa".

Hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud, yang artinya :

"Rasulullah SAW., bersabda bahwa Allah SWT telah berfirman : Saya adalah pihak ketiga dari dua orang yang membuat perjanjian persekutuan selama tidak mengkhianati pihak lainnya, dan jika salah satunya berkhianat saya keluar dari persekutuan itu".[4]

Sedangkan Hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Mutthaafaq Allaih, artinya :

"Rasulullah SAW., telah bersabda : Maka orang yang terbaik diantaramu ialah orang yang paling bagus menunaikan janjinya dan membayarkan hutangnya".[5]

1. Kerangka Teoritis

a. Menurut R. Subekti, S.H., bahwa :

"Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal, lalu dari peristiwa inilah kemudian timbul suatu hubungan antara dua orang itu yang dinamakan perikatan tadi. Maka perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya dan dalam bentuknya perjanjian itu merupakan suatu rangkaian yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucap atau ditulis".[6]

b. Menurut The Haque Rules 1924 (Konvensi Internasional), bahwa:

"Pengangkutan ialah baik pemilik kapal atau pihak pengguna penyediaan kapal dalam hal kapal dicarter berdasarkan perjanjian pengangkutan".[7]

c. The Hainburg Rules 1978, membedakan menjadi:

1) Carries ialah setiap orang untuk siapa atau untuk atas nama siapa perjanjian pengangkutan barang di laut diadakan dengan pihak yang berkepentingan dengan barang muatan.

2) Aktual carries ialah mereka yang melaksanakan pengangkutan barang atau melaksanakan sebagian pengangkutan yang telah dipercayakan padanya oleh pengangkut dan termasuk di dalamnya orang lain terhadap siapa pelaksanaannya telah dipercayakan padanya".[8]

d. Menurut W.J.S. Poerwasutjipto, bahwa:

"Pengertian perusahaan menurut pembentuk undang-undang adalah perbuatan yang dilakukan secara tidak terputus-putus, terang-terangan dalam kedudukan tertentu dan untuk mencari laba".[9]

e. Menurut Molengraff, bahwa:

"Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan".[10]

f. Menurut W.J.S. Poerwasutjipto, bahwa:

"Mutan barang lazim disebut dengan barang saja. Barang yang dimaksud adalah yang sah menurut undang-undang. Secara fisik muatan barang dibagi dalam enam golongan, yaitu:

1) Sifatnya permanen, dan oleh karena itu cukup kuat untuk digunakan berulang-ulang;

2) Dirancang secara khusus untuk memudahkan mengangkut barang dengan menggunakan berbagai cara pengangkutan;

3) Dilengkapi dengan alat-alat untuk memungkinkan bongkar muat (handling), terutama jika dipindahkan dari satu alat angkut ke alat angkut lainnya;

4) Dirancang sedemikian rupa, sehingga mudah diisi dan dikosongkan;

5) Mempunyai ruang dalam sekurang-kurangnya 1 m3 = 35,3 cubic feet (cuft) atau lebih".[11]

g. Lebih lanjut lagi, W.J.S. Poerwosutjipto menyatakan:

"Pasal 310 Ayat 1 KUHD, berbunyi: Kapal laut adalah kapal yang dipergunakan untuk pelayaran di laut, atau yang diperuntukkan buat pelayaran di laut. Dipergunakan artinya pemanfaatan kapal itu hanya untuk di laut, sedangkan diperuntukkan artinya ketentuan pembuatannya, pendaftarannya dan penggunaannya untuk di laut. Setiap kapal laut harus layak laut. Layak laut artinya mampu berlayar di laut, karena memenuhi syarat-syarat berlayar di laut dan ada bukti sertifikat layak laut".[12]

2. Kerangka Konseptual

a. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).

Pasal 466 KUHD berbunyi :

"Pengangkut ialah orang yang mengikat diri untuk melakukan pengangkutan menyeberang laut".

b. Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

1) Pasal 2 ayat 2 Undang-undang No. 10 Tahun 1995, berbunyi:

"Barang yang telah dimuat atau akan dimuat disarana pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor".

2) Pasal 4 Undang-undang No. 10 Tahun 1995, berbunyi:

(1) Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen;

(2) Dalam hal tertentu, dapat dilakukan pemeriksaan fisik atas barang ekspor;

(3) Tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut oleh Menteri.

3) Pasal 6 Undang-undang No. 10 Tahun 1995, berbunyi:

"Terhadap barang yang diimpor atau diekspor, berlaku segala ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini".

4) Pasal 7 ayat 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1995, berbunyi:

"Barang impor harus dibawa ke kantor pabean tujuan pertama melalui jalur yang ditetapkan dan kedatangan tersebut wajib diberitahukan oleh pengangkut".

5) Pasal 10 ayat 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1995, berbunyi:

"Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean".

Pasal 10 ayat 5 Undang-undang No. 10 Tahun berbunyi :

"Eksportir yang tidak melaporkan pembatalan ekspornya sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesanr Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah)".

c. Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1969 tentang Penyelenggaraan Pengusahaan Angkutan Laut yang Merupakan Pokok Pembinaan Kebijaksanaan Dalam Bidang Pengangkutan/Pelayaran Dalam Negeri Menetapkan Dasar Pengangkutan Baik Barang maupun Orang Pada Penyelenggaraan Pengangkutan/Pelayanan Dengan Menggunakan Pelayaran Secara Tertib dan Teratur Juga Demikian Halnya Dengan Penyelenggaraan Pengangkutan Luar Negeri.

F. Metodologi Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini, menggunakan metode penelitian :

1. Metode penelitian kepustakaan (Library Research).

Yaitu dengan membaca dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini, juga penulisan ilmiah, peraturan, undang-undang dan sebagainya.

2. Metode penelitian lapangan (Field Research).

Yaitu dengan jalan melakukan penelitian langsung pada PT. Djakarta Lloyd dan Perpustakaan Universitas Islam Jakarta dengan pendekatan empiris.

G. Lokasi dan Lama Penelitian.

Penulis melakukan penelitian di PT. Djakarta Lloyd, yang berlokasi di Jalan Senen Raya Jakarta Pusat. Waktu yang digunakan dalam melakukan penelitian ini lebih kurang enam bulan.


[1] Huala Adolf dan A. Chandrawulan, Masalah-masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional, Jakarta : Rajawali Press, 1995, Cet. Ke-2, h.53

[2] Muhammad Abdul Kadir, Hukum Pengangkutan Udara, Laut dan Darat, Jakarta : PT. Citra Aditya Bhakti, 1994, h.13

[3] H.M.N. Purwasutjipto, Hukum Dagang, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Buku V Tentang Hukum Pelayaran Laut dan Perairan Darat, Jakarta : Djambatan, 1985, Cet. Ke-2, h.15

[4] Hasbullah Bakri, Pedoman Islam di Indonesia, Jakarta : Universitas Indonesia, 1988, h.273

[5] Ibid., h.273

[6] R. Subekti, Hukum Perjanjian, Bandung : Bina Cipta, 1987, h.1

[7] Wiwoho Soejono, Op. Cit., h.2

[8] Ibid., h.2

[9] W.J.S. Poerwosutjipto, Op. Cit., h.16

[10] Ibid., h.16

[11] Ibid., h.17

[12] Ibid., h.17


dapatkan file lengkapnya

klik disini

0 komentar:

Posting Komentar