BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Kabupaten Kediri luas penanaman padi semakin turun dari tahun ke tahun, hal ini terlihat pada data dari Dinas Pertanian Kabupaten Kediri selama 5 (lima) tahun terakhir, mulai tahun 1999 sampai dengan 2003 sebagai berikut :
Tabel 1 Luas tanam padi di Kabupaten Kediri selama 5 tahun terakhir, mulai tahun 1999 sampai dengan 2003.
No | Tahun | Luas Tanam (ha) |
1 | 1999 | 57.404 |
2 | 2000 | 56.321 |
3 | 2001 | 54.956 |
4 | 2002 | 54.326 |
5 | 2003 | 53.424 |
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Kediri.
Pembangunan pertanian bidang peningkatan produksi tanaman padi pada tahun 1999 masih nampak ditangani secara serius oleh pemerintah, hal ini nampak Pemerintah masih melaksanakan program KUT (Kredit Usaha Tani) yaitu kredit yang diberikan kepada petani penanam padi yang dapat dipakai untuk pembelian sarana produksi berupa pupuk, pestisida, zat perangsang tumbuh / pupuk pelengkap cair dan bantuan biaya pengolahan tanah. Tetapi kenyataan mulai tahun 2001 hingga sekarang pemerintah tidak lagi memberikan bantuan KUT pada petani padi. Padahal petani masih membutuhkan modal kerja biaya usahatani untuk penanaman padi. Akibatnya sebagian petani tidak lagi menerapkan paket tehnologi sesuai anjuran karena kekurangan dana untuk pembelian sarana produksi, cenderung beralih pada tanaman yang lebih sedikit biaya usahataninya, misalnya tanaman buah (rambutan, mangga) dan tanaman lainnya. Menurut laporan dari Dinas Pertanian Kabupaten Kediri di Desa Blimbing Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri luas areal baku sawah 144 hektar biasanya ditanami padi, sekarang yang 25 hektar ditanami rambutan. Di Desa Mojo baku tanah sawah 110 hektar yang biasa ditanami padi, sekarang berkurang 15 hektar ditanami mangga rambutan dan ubikayu. Dan masih banyak lagi kenyataan dilapang yang belum terkafer.
Pada tahun 1999 dan sebelumnya pemerintah masih mensubsidi harga pupuk dan pestisida, sehingga membantu beban biaya produksi usahatani tanaman padi, tetapi mulai tahun 2000 hingga sekarang tidak ada lagi subsidi pemerintah untuk sarana produksi usahatani.. Yang lebih parah subsidi diberikan pada harga beras yang menurut konsepnya untuk keluarga pra sejahtera, harganya hanya dijual Rp.1.000,- per kg. Pada kenyataan di lapang petani banyak yang termasuk pra sejahtera. Sehingga petani pra sejahtera lebih memilih beli beras dengan harga Rp.1.000,- dari pada tanam padi yang biayanya apabila dihitung lebih dari Rp.1.000,- per kg.
Dengan demikian dapat dirasakan bahwa dorongan pemerintah dalam hal budidaya tanaman padi mulai berkurang.
Marwan dan Oka ( 1990 ) mengidentifikasi empat komponen yang harus tersedia untuk meningkatkan perluasan dan produksi padi, yakni :
1. Teknologi yang tepat bagi masing-masing daerah agroklimat.
2. Ketersediaan sarana produksi, serta pasar dengan harga layak.
3. Dorongan pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk kebijakan, penyuluhan dan pelayanan.
4. Patisipasi petani secara aktif.
Disisi lain globalisasi perdagangan dunia dalam arti perpindahan barang dari pusat produksi dari suatu negara atau ke konsumen di negara atau lain telah berlangsung. Ini menandakan bahwa konsumen telah ditawarkan sejumlah bermacam-macam barang untuk memenuhi kebutuhannya dan mendapatkan harga yang lebih murah. Adanya liberalisasi perdagangan yang memacu kompetisi sehingga produk makin berkualitas dengan harga yang lebih murah. Pada saat ini arus informasi, teknologi, barang dan jasa antara negara semakin terbuka, dan tidak ada lagi banyak halangan untuk memasuki pasar (Barier to entry rendah).
Tidak ada hambatan memasuki pasar, ini semakin luas setelah ada kesepakatan beberapa negara dalam GATT (The General Agreement on Tariffs and Trade). Treaty ini ditandatangani oleh kesepakatan 128 negara pada tahun 1994. Selanjutnya GATT membentuk WTO (World Trade Organization) pada 1 Januari 1995. Berlakunya non tariff barriers (NTBs) pada era globalisasi tidak menutup kemungkinan akan masuknya beras dari luar negeri yang harganya lebih murah dari beras dalam negeri yang diproduksi oleh petani sendiri, akibatnya setiap petani tanam padi selalu rugi karena harga jual tidak layak. Hal ini juga merupakan ancaman bagi petani penanam padi, dikawatirkan akan mengurangi partisipasi aktip petani dalam bercocok tanam padi, dan akan beralih pada tanaman lainnya dan meninggalkan kebiasan bercocok tanam padi. Jika semakin lama semakin berkurang luasnya areal penanaman padi di Kabupaten Kediri (khususnya), pada gilarannya nanti petani bukan lagi sebagai produsen beras tapi adalah konsumen beras dari luar negari, mengakibatkan ketergantungan import beras dari negara lain dan terganggunya stabilitas ketahanan pangan di Kabupaten Kediri.
Judul : Strategi Perluasan Budidaya Tanaman Padi Untuk Stabilitas Ketahanan Pangan Di Kabupaten …(PRT-62))
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File
atau klik disini
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File
atau klik disini
0 komentar:
Posting Komentar