Pages

Senin, 24 Agustus 2015

Analisis Kebijakan Pangan Dalam Menangani Ketahan Pangan Di Kabupaten Wajo Sulawesi-Selatan (PT-140)

Sulawesi selatan  sebagai salah satu daerah sektor pertanian yang cukup luas dan selama ini sangat banyak potensi sumber daya alamnya tentunya dikenal sebagai daerah yang sangat mengandalkan sektor pertaniannya dalam pembangunan dan dari sektor ini pulalah sulawesi selatan dikenal sebagai daerah pertanian selain Kalimantan-Jawa. hal inilah yang kemudian menjadikan pertimbangan pemerintah untuk selalu menjaga ketahanan pangan di Sulawesi-selatan.

Tantangan besar yang dihadapi saat ini khususnya negara-negara sedang berkembang adalah persoalan kekurangan pangan dan kerusakan lingkungan hidup. Kekurangan pangan bukan hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi manusia yang tidak seimbang sebagaimana teori Malthus tentang kependudukan “ Manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk”. tetapi persoalan degradasi lahan dan hutan yang berdampak pada menurun dan terbatasnya produksi pangan. Sektor pertanian sebagai salah satu sektor andalan penghasil devisa negara mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan Nasional secara keseluruhan. Salah satu manfaat yang diharapkan dapat diberikan dari proses pembangunan pertanian adalah tersedianya kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk Sulawesi Selatan pada umumnya, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun.

Masalah utama dalam menghadapi globalisasi berkaitan dengan tantangan terbesar bagi negara  dengan lebih 200 juta jiwa adalah masalah pangan. Sejak pembangunan ekonomi dicanangkan awal orde baru hingga pasca orba hari ini, masalah pangan ternyata masih membayang-bayangi program di sektor pertanian. dengan jumlah penduduk 205 juta kita memerlukan beras paling tidak 30 juta ton per tahun,jumlah yang luar biasa besarnya, namun bukan tidak mungkin dipenuhi sendiri.perkuatan basis penyediaan pangan dari dalam negeri sendiri merupakan agenda utama menegakkan kemandirian.[1]


Untuk itu menyongsong era globalisasi provinsi sulawesi selatan yang dikenal sebagai lumbung pangan nasional sangat perlu mengembangkan potensi agribisnisnya termasuk komoditi beras. meskipun dilihat dari proporsinya persawahan Sulawesi Selatan hanya 10% dari total wilayah seluas 6.248.254 ha atau sekitar 645.381 ha namun mampu menghasilkan gabah-rata-rata sebanyak 4,6 juta ton atau sekitar 2,5 juta ton setahun. karena untuk kebutuhan 8.162.816 jiwa penduduknya cukup dipenuhi sekitar 1,08 juta ton beras, maka setiap tahunnya provinsi sulsel ini mengalami surplus beras sekitar 1,42 juta ton[2]

Keterpenuhan pangan di Sulawesi Selatan relatif terpenuhi mengingat produksi pangan terutama beras mencapai surplus, pada tahun 2009 surplus beras mencapai sekitar 800.000 ton. namun demikian kondisi ketahanan pangan kita akan mendapat ancaman apabila pemerintah lebih mengutamakan pembangunan infrastruktur ketimbang pengembangan pertanian, karena kecenderungan Kebijakan Politik lokal dengan melihat kecenderungan kebijakan politik pembangunan secara umum di Sulawesi Selatan, maka terdapat indikasi kuat tentang minimnya perhatian pada sektor pertanian dan pangan.

 Hal yang sama juga dilihat dari sejumlah rencana proyek pembangunan, yang lebih memprioritaskan pada sarana infrastruktur yang dapat menunjang perdagangan bebas, misalnya perluasan bandara, pelabuhan laut, jalan lingkar, jalan tol, pembangunan hypermaket dan seterusnya. Kebijakan yang kurang lebih sama ternyata juga terjadi hampir di semua kabupaten/ kota di daerah ini. sementara pada sektor pertanian, kebijakan lokal tentang pertanian lebih diarahkan komoditi eksport, seperti coklat, vanili, kelapa sawit, karet, dan lain-lainya.

Masalah ini akan menimbulkan semakin menyempitnya lahan-lahan tanaman pangan yang diharapkan secara berkelanjutan memenuhi kebutuhan pangan masyarakat lokal dan seiring  dengan bertambahnya penduduk maka kebutuhan akan pangan akan semakin meningkat akan tetapi kondisi ketahanan pangan kita tentunya akan mengalami ancaman apabila terus terjadi alih pungsi lahan pertanian ke ke non-pertanian, oleh karena itu untuk terus menjaga ketahanan pangan di Sulawesi-Selatan pemerintah mesti menjaga terjadinya alih fungsi lahan pertanian agar ketahanan pangan kita bisa terus mencukupi.

Saat ini pemerintah dianggap berhasil apabila membangun dan mampu mengembangkan daerahnya, namun disisi lain pembangunan juga membutuhkan lahan, begitupun pertanian juga membutuhkan lahan agar tercapainya kedaulatan pangan. pembangunan kemudian mengancam lahan-lahan produktif, baik di pedesaan maupun di perkotaan yang dijadikan mall, pabrik, dan bangunan lain , milik para investor (baik asing maupun domestik).

 Seharusnya Pemerintah daerah lebih berpihak kepada rakyat, yaitu kepada para petani . bukan kepada para investor yang lebih mementingkan dirinya sendiri. alasan pemerintah (yang mungkin telah dipengaruhi investor) kepada petani, jika kelak dibuka pertambangan, maka akan lebih meningkatkan pendapatan daerah dibandingkan jika lahan itu hanya digunakan sebagai lahan pertanian.

Ketahanan pangan yang kokoh merupakan hal yang penting dan  perlu diwujudkan karena bagian yang penting dari ketahanan nasional. Ketahanan pangan yang kuat akan memperkuat ketahanan nasional dan sebaliknya. Undang-Undang No.7/1996: tentang Ketahanan Pangan adalah: Kondisi di mana terjadinya kecukupan penyediaan pangan bagi rumah tangga yang diukur dari ketercukupan pangan dalam hal jumlah dan kualitas dan juga adanya jaminan atas keamanan (safety), distribusi yang merata dan kemampuan membeli. Undang-Undang No.7/1996 tentang Pangan ini telah mengamanatkan kepada pemerintah bersama masyarakat wajib mengusahakan terwujudnya ketahanan pangan.

Di satu sisi alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial. di sisi lain efektifitas implementasi instrumen pengendalian alih fungsi selama ini belum berjalan optimal sesuai dengan yang diharapkan. seiring pertumbuhan populasi dan perkembangan peradaban manusia, penguasaan dan penggunaan lahan mulai terusik. keterusikan ini akhirnya menimbulkan kompleksitas permasalahan akibat pertambahan jumlah penduduk, penemuan dan pemanfaatan teknologi, serta dinamika pembangunan. Lahan yang semula berfungsi sebagai media bercocok tanam (pertanian), berangsur-angsur berubah menjadi multifungsi pemanfaatan.

Perubahan spesifik dari penggunaan untuk pertanian ke pemanfaatan bagi nonpertanian yang kemudian dikenal dengan istilah alih fungsi (konversi) lahan kian waktu kian meningkat. khusus untuk Indonesia fenomena ini tentunya dapat mendatangkan permasalahan yang serius di kemudian hari, jika tidak diantisipasi secara serius dari sekarang. Implikasinya alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial. Sebetulnya sejumlah perundang-undangan telah dibuat dan berbagai peraturan sudah diciptakan namun semuanya seakan-akan mandul dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian.

Khusus untuk mengatasi masalah alih fungsi lahan, pemerintah menerbitkan Instruksi presiden No.3/1990 mengenai larangan ahli fungsi lahan sawah untuk penggunaan selain pertanian. Undang-Undang Republik Indonesia No 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

1.       Bahwa lahan pertanian pangan merupakan bagian dari bumi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.       Bahwa Indonesia sebagai negara agraris perlu menjamin penyediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dengan mengedepankan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional;

3.       Bahwa negara menjamin hak atas pangan sebagai hak asasi setiap warga negara sehingga negara berkewajiban menjamin kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;

4.       Bahwa makin meningkatnya pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan telah mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;

5.       Bahwa sesuai dengan pembaruan agraria yang berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber daya agraria perlu perlindungan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan.

Untuk menangani atau mencegah alih fungsi lahan di Kabupaten Wajo Undang-Undang dan Instruksi Presiden. Ini dipergunakan oleh pemerintah daerah untuk mencegah laju konversi lahan pertanian, menciptakan kedaulatan pangan, sekaligus melindungi hah-hak asasi petani. Pasal 3 rancangan Undang-Undang Lahan Pertanian Pangan Abadi mengungkap 9 tujuan pengelolaan lahan pertanian, yaitu :

 (a) menjamin tersedianya lahan pangan berkelanjutan, (b) mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan (c) meningkatkan kesehteraan dan pemberdayaan masyarakat (d) mencegah alih fungsi lahan pertanian pangan (e) mendorong pengalihan fungsi lahan non-pertanian pangan ke pertanian pangan serta mendorong pembukaan lahan baru pertanian pertanian pangan abadi (f) memperkuat jaringan pengaman sosial ekonomi kerakyatan (g) memperkuat jaringan penyediaan lapangan kerja produktif (h) mempertahankan keseimbangan ekologis (i) mempertahankan multifungsi pertanian.

Undan-Undang tersebut sudah dikeluarkan Pemerintah namun demikian Implemantasi dan penegakan peraturan-peraturan tersebut masih lemah dan oleh karenanya masalah-masalah yang telah disebutkan diatas masih belum terselesaikan. seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Menurut Irawan[3], hal tersebut disebabkan oleh dua faktor.

Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.[4]menambahkan bahwa pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk setempat,sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan.

Dalam kerangka inilah penelitian ini menarik untuk dikaji lebih mendalam dalam rangka mengidentifikasi dan merumuskan strategi yang lebih arif dan ramah terhadap lingkungan. Kecenderungan Kebijakan Politik Lokal Dengan melihat kecenderungan kebijakan politik pembangunan secara umum di Sulawesi Selatan, maka terdapat indikasi kuat tentang minimnya perhatian pada sektor pertanian dan pangan. Oleh karena itu sebagai salah satu daerah pertanian Kabupaten Wajo harus memperhatikan dan menjaga lahan pertanian agar ketahanan pangan kita bisa jaga.

Hal yang sama pun terjadi di Kabupaten wajo juga merupakan daerah pertanian mempunyai peranan yang besar terhadap ketahan pangan oleh karena itu pemerintah mesti menjaga agar tidak terjadi alih fungsi lahan. karena apabila terjadi alih fungsi lahan dan tidak segera diatasi  maka pasokan pangan dari Kabupaten Wajo tentu akan semakin berkurang hal ini akan membawa dampak terhadap ketahanan pangan Nasional. Berdasarkan paradigma tersebut, maka perlunya kebijakan kebijakan pemerintah dalam mengatasi ancaman ketahanan pangan di Sulawesi Selatan.

Dari pemaparan diatas maka, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Analisis Kebijakan Pangan Dalam Menangani Ketahanan Pangan Di Kabupaten Wajo, Sulawesi-Selatan”


Judul : Analisis Kebijakan Pangan Dalam Menangani Ketahan Pangan Di Kabupaten Wajo Sulawesi-Selatan (PT-140))

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File
atau klik disini


0 komentar:

Posting Komentar