Sejak berlangsungnya krisis moneter pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia mengalami keterpurukan. Keadaan perekonomian makin memburuk dan kesejahteraan rakyat makin menurun. Pengangguran juga semakin luas. Sebagai akibatnya, petumbuhan ekonomi menjadi sangat terbatas dan pendapatan perkapita cenderung memburuk sejak krisis tahun 1997.
Pihak pemerintah telah berusaha untuk membawa Indonesia keluar dari krisis. Tetapi tidak mungkin dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, pemerintah membuat skala prioritas yang artinya hal mana yang hendaknya dilakukan agar Indonesia keluar dari krisis.
Kinerja perekonomian suatu Negara umumnya diukur oleh beberapa indikator ekonomi yang bisa mencerminkan tingkat kegiatan ekonomi di masyarakat. Perkembangan indikator-indikator ini tidak saja dapat berpengaruh pada tingkat stabilitas ekonomi, tetapi juga pada tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Salah satu indikator ekonomi terpenting adalah pertumbuhan ekonomi, yang untuk pencapaiannya tidak saja dipengaruhi oleh tersedianya pembiayaan yang memadai, tetapi juga oleh masalah distribusi sumber daya yang ada.
Tabel 1.1
Laju Pertumbuhan PDB Menurut Jenis Penggunaan (Persen)
Tipe Pengeluaran | 2000 | 2001 | 2002 | 2003 | 2004 | 2005 | 2006 | 2007 | 2008 |
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah PMTB Perubahan Inventori Ekspor Barang-Jasa Impor Barang-Jasa PDB | 3.13 6.49 14.18 0.00 26.48 21.09 4.92 | 3.36 8.98 6.50 0.00 2.93 8.20 3.45 | 3.84 12.99 4.69 (68.73) (1.22) (4.28) 4.50 | 3.89 10.03 0.60 251.52 5.89 1.56 4.78 | 4.97 3.99 14.58 (48.91) 13.50 27.07 5.05 | 3.95 6.64 10.89 33.50 16.60 17.77 5.69 | 3.17 9.61 2.46 (13.37) 9.41 8.58 5.51 | 5.01 3.89 9.39 (100.84) 8.54 8.97 6.28 | 5.34 10.43 11.69 0.00 9.49 10.03 6.06 |
Sumber : Badan Pusat Statistik (2009)
Keterangan : Pertumbuhan PDB 2000-2001 menggunakan tahun dasar 2000
Dilihat dari pertumbuhan ekonomi, secara keseluruhan perekonomian Indonesia menggambarkan kinerja yang cukup menggembirakan selama periode tahun 2000-2008, dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang relative membaik. Dan pada tahun 2008 ekonomi Indonesia tumbuh sekitar 6,1 persen, meskipun berada dalam berbagai tekanan dari sisi eksternal seperti tinginya harga minyak bumi dan beberapa harga komoditi dunia lainnya, serta melambatnya pertumbuhan ekonomi global (Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Badan Pusat Statistik; 2010).
Melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus membaik tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dalam kurun waktu tahun 2000-2008 aktivitas ekonomi masyarakat Indonesia berjalan cukup lancar. Apalagi jika mencermati indikator ekonomi makro lainnya seperti inflasi, ekspor-impor, suku bunga, dan kurs rupiah. Keempat indikator ekonomi makro tersebut sampai akhir triwulan II 2008 menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia telah berada dalam situasi yang relatif stabil, dan bahkan cenderung menguat.
Namun sistem ekonomi Indonesia yang bersifat terbuka telah menjadikan Indonesia sangat mudah dipengaruhi oleh situasi perekonomian global. Perekonomian Indonesia tidak bisa terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi di perekonomian global, baik secara positif maupun negatif. Di tahun 2008, Indonesia sangat merasakan fluktuasi perekonomian dunia yang sangat cepat, bahkan dalam jangka waktu yang tidak lama telah terjadi perubahan yang cukup berarti dari satu titik ekstrem ke titik ekstrem berikutnya.
Di awal tahun 2008, perekonomian Indonesia mendapat pengaruh negatif dari krisis energy dan krisis komoditas. Krisis energi ditandai dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) sebagai akibat naiknya harga minyak mentah internasional, sedangkan krisis komoditas ditandai dengan naiknya harga komoditas di pasar internasional. Kenaikan harga BBM dan kenaikan harga berbagai komoditas tersebut telah mengganggu perekonomian Indonesia, khususnya terkait dengan anggaran pemerintah yang membengkak akibat melonjaknya subsidi BBM.
Masuknya sumber pembiayaan dari luar negeri dapat terjadi dengan dua jalan, yaitu dari pendanaan dari luar negeri dan impor. Masuknya barang dan jasa tersebut dikarenakan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sehingga Negara mesti memperoleh barang dan jasa yang dihasilkan oleh Negara lain. Begitupun pendanaan dari luar negeri. Kondisi finansial suatu Negara tidak mampu untuk melakukan pembiayaan atau pemenuhan anggaran. Khususnya di Negara berkembang seperti Indonesia.
Dibandingkan dengan Negara lain Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Kesuburan tanah, hutan yang luas, serta sumber daya alam yang tak terbarukan masih banyak tersimpan di perut bumi.
Negara sedang berkembang seperti Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negerinya sendiri. Baik kebutuhan akan barang dan jasa, konsumsi maupun barang dan jasa produksi. Bahkan juga modal untuk anggaran pembangunan, baik pembangunan fisik maupun pembangunan nonfisik. Dalam literatur ekonomi, ada kesepakatan umum bahwa aliran sumber-sumber daya (bantuan) diantara berbagai negara memberikan dorongan secara luas atas kenaikan efisiensi dan kesejahteraan ekonomi baik negara maju (developed countries) maupun negara berkembang (developing countries).
Menurut Ruttan (1989, hal 411) ada dua argumen yang berbeda tentang aliran sumber-sumber daya (bantuan) ini, yang pertama didasarkan atas pertimbangan ekonomi dan kepentingan diri (self-interest) negara donor. Sedangkan kedua adalah alasan etika dan tanggung jawab moral negara-negara maju kepada negara-negara sedang berkembang.
Selain hal-hal tersebut di atas, perlu juga diperhatikan perkembangan perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran yang sangat penting dan berpengaruh besar atas perekonomian dan pembangunan negara yang sitem ekonominya terbuka, seperti Indonesia. Dalam hubungan ini gejolak fluktuasi perekonomian pada keseimbangan eksternal, yang juga berpengaruh terhadap stabilitas dan pembangunan nasional.
Di Indonesia pendanaan dari luar negeri (bantuan luar negeri) yang diperoleh sudah berlangsung lama, mulai dari masa pemerintahan indonesia yang pertama yaitu masa pemerintahan orde lama hingga masa pemerintahan Kabinet Bersatu hingga sekarang. Pada saat itu perekonomian Indonesia berada dalam keadaan “payah” dimana tingkat inflasi mencapai angka 650 persen. Pada tahun 1966, diadakan pertemuan multilateral yang pertama di Tokyo, (Tokyo Club). Dilanjutkan dengan “Paris Meeting” pada bulan Desember 1966, dan berakhir di Den Haag (Februari 1967) dimana pada saat itu dilangsungkan juga sidang inter Govermental on Indonesia yang pertama, yang kemudian selama 24 tahun telah membantu Indonesia menjalankan pembangunan, hingga dibubarkan pada awal tahun 1992.
Tujuan dari suatu negara dalam menerima bantuan pendanaan dari luar negeri adalah agar pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa dengan masuknya pendanaan asing maka investasi (baik sektor swasta maupun pemerintah) akan semakin meningkat, peningkatan investasi ini akan berdampak pada penggunaan sumber daya alam dan manusia yang semakin meningkat sehingga produksi nasional dapat ditingkatkan dan pada akhirnya akan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Selain itu dengan adanya penggunaan sumber daya manusia lebih meningkat maka masalah pengangguran dapat diperkecil sehingga kesejahteraan masyarakat dapat meningkat.
Kemampuan kita sebagai para pelaku perdagangan internasional Indonesia/pelaku ekspor impor Indonesia dan bisnis internasional Indonesia dituntut untuk menjadikan berbagai informasi tentang kemudahaan perdagangan bebas internasional dapat memberikan keuntungan yang maksimal terhadap aktifitas perdagangan bebas internasional.
pola konsumsi penduduk menjadi semakin terjerat oleh selera ke barang impor, sebagai hasil dari upaya penskenarioan selera yang dilakukan para produsen/eksportir di luar negeri melalui efek demonstrasi dari strategi pemasarannya
Selama Januari-September 2009, nilai impor Indonesia mencapai US$68.330,9 juta yang berarti mengalami penurunan sebesar 32,80 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan terjadi pada impor migas sebesar 49,86 persen dan impor nonmigas sebesar 26,88 persen.
Keadaan impor di Indonesia tak selamanya dinilai bagus, sebab menurut golongan penggunaan barang, peranan impor untuk barang konsumsi dan bahan baku/penolong selama Oktober 2008 mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya yaitu masing-masing dari 6,77 persen dan 75,65 persen menjadi 5,99 persen dan 74,89 persen. Sedangkan peranan impor barang modal meningkat dari 17,58 persen menjadi 19,12 persen (Ringkasan Perkembangan Impor Indonesia, Badan Pusat Statistik, 2008).
Tanpa dilakukannya impor maka kebutuhan produksi dalam negeri bisa tidak terpenuhi. Baik itu bahan baku produksi maupun mesin serta peralatan produksi. Bahkan konsumsi masyarakat akan barang-barang mewah yang diproduksi di Negara lain juga tidak terpenuhi. Namun sejauh manakah peranan impor terhadap pertumbuhan Indonesia. Apakah memang impor begitu memberikan peranan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, begitu pula halnya dengan bantuan luar negeri?
Sesuai uraian yang telah diungkapkan, maka pendanaan dari luar negeri (bantuan luar negeri)berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,begitupun juga dengan impor. Sehingga penulis tertarik mengangkat judul ”Pengaruh Pendanaan Luar Negeri dan Impor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 2001 - 2010 ”.
Judul : Pengaruh Pendanaan Luar Negeri Dan Impor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia Tahun 2001-2010 (ILK-5)
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File
atau klik disini
Judul : Pengaruh Pendanaan Luar Negeri Dan Impor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia Tahun 2001-2010 (ILK-5)
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File
atau klik disini
0 komentar:
Posting Komentar