Dunia bisnis merupakan dunia yang paling ramai dibicarakan diberbagai forum, baik yang bersifat nasional maupun internasional, ramainya pembicaraan masalah ini disebabkan, salah satu tolok ukur kemajuan suatu Negara adalah dari kemajuan ekonominya dan tulang punggung dari kemajuan ekonomi adalah dunia bisnis
Perusahaan yang bergerak dalam dunia bisnis terdiri dari beragam perusahaan dan bergerak dalam berbagai bidang usaha, mulai dari usaha perdagangan, industri, pertanian, manufaktur, peternakan perbankan dan usaha lainnya, masing-masing bidang usaha memiliki karakteristik tersendiri
Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak dibidang keuangan atau yang sering disebut dengan lembaga keuangan. Kegiatan utama lembaga keuangan adalah membiayai permodalan suatu bidang usaha disamping usaha lain. Dalam praktiknya lembaga keuangan digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank
Sebagai salah satu lembaga keuangan, perbankan mempunyai peran yang sangat strategis dalam mendukung pelaksanaan pembangunan nasioanal. Oleh karena itu peranan perbankan nasional perlu lebih ditingkatkan sesuai dengan fungsinya dalam menghimpun dana masyarakat kemudian menyalurkan kembali kepihak yang membutuhkan bagi kelangsungan kegiatan usaha dan investasi serta penyediaan pelayanan jasa perbankan lainnya
Dalam praktik perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis perbankan yang diatur dalam Undang-undang perbankan. Jika kita melihat jenis perbankan sebelum keluar Undang – Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 dengan sebelumnya yaitu Undang-undang nomor 14 tahun 1967, maka terdapat beberapa perbedaan. Namun kegiatan utama atau pokok bank sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tidak berbeda satu sama lainnya
Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari segi fungsi bank serta kepemilikan bank, dari segi fungsi perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya, sedangkan kepemilikan perusahaan dilihat dari segi pemilik saham yang ada serta akte pendiriannya. Perbedaan lainnya adalah dilihat dari segi siapa nasabah yang mereka layani apakah masyarakat luas atau masyarakat dalam lokasi tertentu (kecamatan)
Namun setelah keluar UU Pokok Perbankan nomor 7 tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan keluarnya Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 maka jenis perbankan terdiri dari ; (a) Banki Umum, (b) Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dimana Bank pembangunan dan Bank Tabungan berubah fungsinya mengjadi Bank Umum sedangkan Bank Daerah, Bank Pasar, Lumbung Desa dan Bank Pegawai menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Adapun pengertian Bank Perkreditan Rakyat sesuai dengan Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah sebagai berikut “ bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegaiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum, bahkan dalam pasal 14 UU nomor 10 tahun 1998 Bank perkredikatan rakyat dilarang menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran, menerima simpanan Giro, mengikuti Kliring, Melakukan Kegiatan Valutan Asing, melakukan kegiatan perasuransian dan penyertaan modal
Dengan keterbatasan tersebut BPR berusaha tetap eksis di dunia perbankan dengan tingkat persaingan yang semakin ketat, kenyataan membuktikan bahwa pasca krisis yang mampu bertahan dan dapat menopang perokonomian di Indonesia adalah sector ritel atau Usaha Mikro, Kecil Menengah (UKM) karena merupakan pilar-pilar ekonomi kerakyatan yang paling kuat , pesaing BPR saat ini tidak saja antar BPR tetapi dari Bank umum dan lembaga keuangan lain yang mempunyai pangsa dan segmen pasar yang sama, dengan begitu pembiayaan di sector UMKM yang selama ini menjadi lahan gemuk BPR kini telah digarap serius pula oleh Bank Umum melalui unit – unit uasahanya bahkan mengambil pangsa pasar yang belum tergarap sepenuhnya oleh BPR
Seiring dengan persaingan yang semakit ketat maka perkembangan BPR sesuai dengan amanat UU Perbankan No 7 tahun 1992 tentang arah pemerintah dalam usaha mengembangkan BPR adalah membentuk BPR sebagai rural bank yang beroperasi dipedesaan dan membantu menyediakan modal bagi masyarakat desa sebagai penggerak roda perekonomian dipedesaan telah diubah dengan UU Perbankan No 10 tahun 1998 dimana misi BPR yang semula ditujukan dalam rangka modernisasi pedesaan menjadi diarahkan untuk mengembangkan usaha kecil dan pengusaha ekonomi lemah
Dengan perubahan misi tersebut BPR sebagai lembaga intermediary memiliki peran strategis sebagai motor penggerak pengembangan pengusaha kecil dan golongan ekonomi lemah yang berada di pedesaan maupun di perkotaan. Hal ini pelaksanaannya diperkuat oleh SK Direksi No 32 / 35/ Kep / Dir / 12 / Mei 1999 disebutkan bahwa mendorong terciptanya perbankan nasional yang tangguh dan efisien diperlukan BPR yang mampu memberikan pelayanan bagi golongan ekonomi lemah dan pengusaha kecil baik dipedesaan maupun perkotaan, untuk itu BPR harus mempunyai kinerja dan strategic yang baik agar dapat berperan dan bersaing.
Tantangan yang dihadapi oleh para pelaku usaha khususnya BPR dari hari ke hari semakin besar, khususnya era globalisasi, mengingat BPR sendiri mempunyai keterbatasan yang mendasar antara lain modal, SDM, teknologi, manajemen pemasaran, jaringan usaha, Hukum dan Undang-undang serta peraturan – peraturan yang terkait dengan bidang perbankan. Agar dapat bersaing dengan maksimal maka kesiapan menghadapi era globalisasi BPR perlu menetapkan cita-cita atau gambaran masa depan yang diinginkan dan disepakati dan upaya-upaya yang diperlukan untuk mewujudkannya berdasarkan prioritas yang ditetapkan dengan mempertimbangkan potensi dan kendala yang dihadapi yang dituangkan dalam sebuah rencana strategic
Perencanaan sangat berguna untuk memberikan arahan bagi manjemen mengurangi dampak dari berbagai perubahan yang terjadi, meminimalkan pemborosan dan tindakan-tindakan yang tidak perlu dan menjadi dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang lain; pengorganisasian pengarahan dan pengendalian kegiatan
Sejalan dengan undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998, SK Mendagri tahun 2000, Undang –undang Otonomi Daerah tahun 2004, Peraturan Bank Indonesia dan potensi daerah di tingkat kabupaten dan kota, telah banyak berdiri BPR di tingkat kabupaten dan kota dengan Badan Hukum Perusahaan Daerah (PD) yang modalnya bersumber dari APBD
Bank Perkreditan Rakyat milik pemerintah daerah yang berbadan hukum PD ini merupakan kekuatan baru bagi perkembangan BPR secara menyeluruh mengingat BPR yang berbentuk Perusahaan Daerah secara umum mempunyai spesifikasi tertententu baik dari sisi modal dan jaringan pemasaran
Pentingnya keberadaan Perusahaan daerah tidak terlepas dari ciri-cirinya, terutama dalam kaitannya dengan susunan permodalan dan pemegang saham. Dalam hal ini perusahaan daerah merupakan asset dari daerah, dimana modalnya berasal dari APBD dan pemegang sahamnya pemerintah daerah
Dengan didasarkan pada uraian di atas, maka peneliti berkeinginan mengambil suatu judul “ Strategi Pengembangan Bank Perkreditan Rakyat di Kediri (Studi Kasus di Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Kota Kediri di Kediri) “.
0 komentar:
Posting Komentar