Upaya mengatasi masalah pembangunan khususnya kemiskinan pada hakekatnya telah lama dilaksanakan pemerintah Indonesia. Beragam program dan kebijakan yang telah dilaksanakan dalam waktu yang cukup lama untuk mengatasi permasalahan tersebut di Indonesia, baik melalui pemerintah pusat seperti: Program Pemberdayaan Daerah akibat krisis ekonomi (PDM-DKE), Pembangunan Prasarana Desa Tertinggal (P3DT), Bantuan langsung Masyarakat (BLM) serta program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh daerah. Namun pada kenyataannya program dan kebijakan tersebut belum banyak merubah kondisi (kehidupan masyarakat) Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada data statistik mengenai jumlah penduduk miskin di Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS sebesar 36, 1 juta jiwa atau sekitar 16, 66 persen (BPS, 2004).
Sebuah studi tentang kemiskinan (Yunus R, 2009) mengemukakan sebuah kesimpulan menarik mengenai mengapa berbagai program pemerintah tidak mengubah kondisi kemiskinan yaitu banyaknya penduduk yang membutuhkan bantuan tetapi tidak tersentuh, sebab penentuan kelompok sasaran program pengentasan kemiskinan sangat dipengaruhi oleh kepentingan aparat pelaksana, sehingga yang paling membutuhkan bantuan sering terpinggirkan. Data tersedia pada umumnya hanya menjelaskan indikasi program-program yang telah dan akan dilaksanakan tidak dapat mengungkapkan efektifitas penggunaan dalam mengatasi kemiskinan di daerah atau dalam suatu kelompok masyarakat tertentu serta berapa banyak penduduk miskin yang telah diangkat derajat hidupnya melalui program tersebut (Yunus.R,2009). Hal tersebut menunjukkan secara umum masih banyaknya masalah dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Perlu diketahui bahwa yang menjadi dasar tujuan perencanaan pembangunan nasional di Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut adalah untuk: (1) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) Memajukan kesejahteraan umum; (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Dari keempat tujuan ini, tiga di antaranya secara jelas menyatakan tentang kualitas kehidupan masyarakat Indonesia yaitu butir pertama, kedua, dan ketiga yakni kehidupan masyarakat yang terlindungi, sejahtera, dan cerdas. Sedangkan untuk penyaluran dan pemerataan kualitas hidup tersebut dirumuskan dalam sila Kelima Pancasila yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Intinya adalah keterlindungan, kesejahteraan, dan kecerdasan masyarakat haruslah tersalurkan secara adil. Keempat hal diatas merupakan acuan dasar penggambaran perencanaan pembangunan di Indonesia yang selama ini telah dilakukan.
Permasalahan pembangunan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Untuk itu diperlukan perubahan yang menyeluruh dalam upaya penanggulangan masalah-masalah pembangunan utamanya kemiskinan.
Sejauh ini belum ada satupun instansi yang dapat menggambarkan secara akurat seberapa besar jumlah penduduk miskin di Indonesia yang telah diperbaiki kehidupannya dari dana pembangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah daerah. Data yang tersedia pada umumnya hanya menjelaskan indikasi program-program yang telah dan akan dilaksanakan namun tidak mengungkapkan efektifitas penggunaan dana untuk mengatasi kemiskinan di daerah atau dalam suatu kelompok masyarakat tertentu serta seberapa banyak penduduk miskin yang telah diangkat derajat hidupnya melalui program tersebut (Yunus.R,2009).
Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Melaui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan. Pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan Dengan pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka kebijakan PNPM Mandiri. Cakupan pembangunan diharapkan dapat diperluas hingga ke daerah-daerah terpencil dan terisolir, hal ini diakibatkan Karena di Indonesia, jumlah penduduk miskin di perdesaan pada tahun 2004 mencapai 24,6 juta jiwa, dua kali lipat lebih lebih tinggi daripada di perkotaan, yaitu 11,5 juta jiwa. (BPS,2004)
PNPM mandiri pedesaan merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. Program ini dilakukan untuk lebih mendorong upaya peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat di perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari PNPM Mandiri dan telah dilakukan sejak 1998 melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK).
Pada tahun 2008 di Sulawesi selatan pelaksanaan PNPM mandiri pedesaan dilakukan di 236 kecamatan yang tersebar di 20 kabupaten. Empat kabupaten tersebut, yakni Enrekang, Sinjai, Bone, dan gowa. Indikatornya, penurunan angka kemiskinan secara signifikan dalam satu tahun terakhir di daerah-daerah tersebut (http//www.Makassar Terkini.com). Namun hal ini belum tentu dikatakan berhasil mengingat program ini baru berjalan 2 tahun dan masih berkelanjutan. Lalu bagaimana dengan PNPM mandiri pedesaan dikabupaten jeneponto?, mengingat program ini dikatakan berhasil dibeberapa kabupaten lainnya,walaupun faktor indikatornya cuma penurunan angka kemiskinan. PNPM mandiri pedesaan diharapkan oleh pemerintah dapat meningkatkan pembangunan di pedesaan dan program ini dapat dikelola secara mandiri oleh masyarakat setempat.
Sekali lagi masalah utama adalah proses penerimaan masyarakat terhadap Program ini. Jika dibeberapa kabupaten dapat dinyatakan berhasil, apakah hal serupa terjadi di kabupaten jeneponto khusunya di kecamatan batang. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan “Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Di Kel.Togo-togo Kec.Batang Kab.Je’neponto”.
0 komentar:
Posting Komentar