Pages

Rabu, 01 Juli 2015

PENGARUH DIMENSI PROFESIONALISME AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DALAM PROSES PENGAUDITAN LAPORAN KEUANGAN (AK-44)

Audit  adalah  jasa  profesi  yang  dilakukan  oleh  Kantor  Akuntan Publik dan  dilaksanakan oleh seorang auditor yang sifatnya sebagai jasa pelayanan. Standar Profesi Akuntan Publik mengharuskan dibuatnya laporan disetiap kali melakukan audit. Kantor  Akuntan publik dapat menerbitkan berbagai laporan audit, sesuai dengan keadaan. Dalam melakukan audit atas laporan   keuangan,   auditor   tidak   dapat   memberikan   jaminan   mutlak (guarantee)  bagi  klien  atau  pemakai  laporan  keuangan  lainnya,  bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat (Mulyadi, 2002:158). Auditor tidak dapat memberikan jaminan mutlak karena ia tidak dapat memeriksa semua transaksi yang            terjadi   telah     dicatat, diringkas,          digolongkan   dan dikompilasikan secara semestinya kedalam  laporan keuangan. jika auditor diharuskan   untuk   memberikan   jaminan   mengenai   keakuratan   laporan keuangan  auditan, hal            ini         tidak     mungkin            dilakukan          karena akan membutuhkan waktu dan biaya yang jauh melebihi manfaat yang dihasilkan. Disamping itu, tidaklah mungkin seorang menyatakan keakuratan laporan keuangan, mengingat laporan keuangan itu sendiri berisi pendapat, estimasi, dan pertimbangan tersebut tidak akurat seratus persen (Mulyadi, 2002 :158).

Tujuan  audit  atas  laporan  keuangan  oleh  auditor  adalah  untuk menyatakan pendapat atas suatu kewajaran semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku  umum. Audit dapat dikatakan jujur dan wajar, laporan keuangan tidak  perlu   benar-benar   akurat  sepanjang  tidak  mengandung  kesalahan material. Suatu persoalan dikatakan material jika           tidak     adanya pengungkapan atas salah saji material atau kelalaian dari suatu account dapat mengubah  pandangan yang   diberikan  terhadap  laporan   keuangan.  Materialitas   berhubungan   dengan   judgment,   ketika   dikaitkan   dengan evaluasi  resiko  pertimbangan  inilah  yang  akan  mempengaruhi  cara-cara pencapaian tujuan audit, ruang lingkup dan arah pekerjaan  terperinci serta disposisi  kesalahan  dan  kelalaian.  Dalam  perencanaan  audit  yang  harus dipertimbangkan oleh auditor eksternal adalah masalah penetapan tingkat resiko  pengendalian  yang  direncanakan  dan  pertimbangan  awal  tingkat materialitas untuk tujuan audit.
Materialitas itu sendiri adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah           saji informasi     akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya  dapat  mengakibatkan  perubahan  atau  pengaruh  terhadap pertimbanga orang   yang   meletakan   kepercayaan   terhadap   informasi tersebut, karena adanya  penghilangan atau salah saji itu (Mulyadi, 2002 :158). Materialitas adalah dasar penetapan standar auditing tentang standar pekerjaan  lapangan  dan  standar  pelaporan.  Oleh  karena  itu,  materialitas memiliki  pengaruh  yang  mencakup  semua  aspek  audit  dalam  audit  atas laporan  keuangan.  Suatu  jumlah  yang  material  dalam  laporan  keuangan suatu entitas tertentu mungkin tidak material dalam laporan keuangan entitas lain      yang memiliki    ukuran dan       sifat      yang     berbeda.           Begitu            juga, kemungkinan terjadi perubahan materialitas dalam laporan keuangan entitas tertentu dari periode akuntansi satu keperiode akuntansi yang lain.
Mengapa auditor harus mempertimbangkan dengan baik penaksiran materialitas pada tahap perencanaan audit, karena seorang auditor harus bisa menentukan  berapa  jumlah  rupiah  materialitas  suatu  laporan  keuangan kliennya.  Jika auditor dalam menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu rendah, auditor akan mengkonsumsi waktu dan usaha yang sebenarnya tidak diperlukan,  sehingga  akan  memunculkan  masalah  yang  akan  merugikan auditor  itu  sendiri  maupun  Kantor  Akuntan  Publik  tempat  dimana  dia bekerja, dikarenakan tidak efisiennya waktu dan usaha yang digunakan oleh auditor   tersebut  untuk  menentukan  jumlah  materialitas  suatu  laporan keuangan  kliennya.  Sebaliknya  jika  auditor  menentukan  jumlah  rupiah materialitas  terlalu  tinggi,  audito akan  mengabaikan  salah  saji  yang signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk laporan  keuangan  yang  sebenarnya  berisi  salah  saji  material,  yang  akan dapat   menimbulkan   masalah   yang   dapat   berupa   rasa   tidak   percaya masyarakat terhadap Kantor Akuntan Publik dimana auditor tersebut bekerja akan muncul  karena memberikan pendapat yang ceroboh terhadap laporan keuangan yang berisi salah saji yang material (Mulyadi, 2002: 161).
Auditor  menemui   kesulitan   dalam   menetapkan   jumlah   tingkat materialitas  laporan keuangan kliennya. Hal ini disebabkan karena auditor kurang dalam mempertimbangkan masalah lebih saji dan kurang saji, selain itu  auditor  juga  sering  menganggap  perkiraan  tertentu  lebih  banyak kekeliruannya   dari  pada  perkiraan  lainnya  sehingga  membuat  seorang auditor  kesulitan  dalam  menentukan  jumlah  tingkat  materialitas.  Disini dibutuhkan seorang auditor yang memiliki sikap profesionalisme yang tinggi untuk menentukan seberapa besar jumlah materialitas yang akan ditetapkan baik  dengan  menetapkan  tingkat  materialitas  laporan  keuangan  dengan jumlah yang     rendah  atau      tinggi,   sehingga diharapkan dengan profesionalisme  auditor yang semakin tinggi akan mampu      untuk mempertimbangkan tingkat materialitas semakin baik pula.
Pertimbangan auditor tentang materialitas berupa masalah kebijakan profesional  dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan yang beralasan  dari  laporan  keuangan.  Tingkat  materialitas  laporan  keuangan suatu entitas tidak akan sama dengan  entitas lain tergantung pada ukuran entitas tersebut. Tanggungjawab auditor adalah menentukan apakah laporan keuangan mengandung kesalahan yang material. Jika auditor  menemukan kesalahan   yang   material,   dia   akan   meminta   perhatian   klien   supaya melakukan  tindakan  perbaikan.  Jika  klien  menolak  untuk  memperbaiki laporan  keuangan, pendapat dengan kualifikasi atau pendapat tidak wajar akan dikeluarkan oleh  auditor, tergantung pada sejauh mana materialitas kesalahan penyajian.
Tanggung jawab inilah yang menuntut auditor harus bisa memeriksa dengan   teliti  laporan  keuangan  kliennya,  tentunya  berdasarkan  prinsip akuntansi berterima  umum. Contoh kasus yang terjadi adalah kasus yang menimpa  Bank  Lippo,  Kasus  yang  terjadi  adalah  penyimpangan  yang dilakukan  oleh Bank Lippo terhadap Laporan keuangan yang dikeluarkan. Laporan  keuangan  yang   dikeluarkan  oleh  bank  Lippo  yang  dianggap menyesatkan tenyata berisi banyak  sekali  kesalahan material. Disini peran auditor sangat dibutuhkan untuk memeriksa laporan keuangan tersebut. Hal tersebut dapat muncul karena adanya omission atau penghilangan informasi fakta material, atau adanya pernyataan fakta material yang salah.
Selain fenomena  diatas,  muncul  issue  yang  sangat  menarik  yaitu pelanggaran etika  oleh akuntan     baik ditingkat nasional          maupun internasional.  Di Indonesia  issue  ini  berkembang  seiring  dengan  adanya pelanggaran etika baik yang dilakukan oleh akuntan pubik, akuntan intern, maupun  akuntan  pemerintah.  Contoh  kasus  ini  adalah  pelanggaran  yang melanda  perbankkan  Indonesia  sekitar  tahun  2002.  Banyak  bank  yang dinyatakan  sehat  oleh  akuntan  publik            atas   audit  laporan  keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Perbankkan Indonesia.  Ternyata  sebagian bank tersebut kondisinya tidak sehat, hal ini dapat terjadi karena  auditor memberikan pendapat yang wajar            terhadap          laporan keungan            yang sebenarnya berisi salah saji material dan ini adalah tanggungjawab auditor. Kasus lainnya adalah rekayasa atas  laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor  intern  yang  banyak  dilakukan  sejumlah  perusahaan  Go  Public (Winarna dan retnowati, 2004:839).
Penelitian  mengenai   Profesionalism auditor   sebelumnya   telah dilakukan  oleh  Theresia  (2003).  Penelitian  tersebut  mengkaji  pengaruh Profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Hasil penelitian  itu  menemukan ada satu variabel profesionalisme auditor yang hasilnya tidak signifikan. Hal tersebut tidak kontradiktif dengan teori yang dikembangkan Kalbers dan Forgaty.
Dengan           profesionalisme              yang     baik,        seseorang     akan mampu melaksanakan tugasnya meskipun imbalan ekstrinsiknya berkurang, selain itu dengan profesionalisme seorang akan mampu untuk membuat keputusan tanpa tekanan pihak lain, Akan selalu bertukar pikiran dengan rekan sesama profesi,  dan  selalu  beranggapan   bahwa   yang  paling  berwenang  untuk menilai pekerjaanya       adalah     rekan         sesama   profesi  sehingga           dengan profesionalisme yang tinggi kemampuan dalam mempertimbangkan tingkat materialitas suatu laporan keuangan akan semakin baik pula
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang PENGARUH  PROFESIONALISME  AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN    TINGKAT MATERIALITAS DALAM PROSES PENGAUDITAN LAPORAN KEUANGAN” ( Studi empiris pada Auditor di KAP Kota Semarang ).


0 komentar:

Posting Komentar