Bulukumba merupakan daerah yang memiliki banyak tempat wisata salah satu diantaranya adalah Tanjung Bira.Tanjung Bira terkenal dengan pantai pasir putihnya yang cantik dan menyenangkan. Airnya jernih, baik untuk tempat berenang dan berjemur. Di sini kita dapat menikmati matahari terbit dan terbenam dengan cahayanya yang berkilau terbersit pada hamparan pasir putih sepanjang puluhan kilometer.
Pantai Bira yang sudah terkenal hingga mancaNegara Turis-Turis Asing dari berbagai Negara banyak yang berkunjung ke tempat ini untuk berlibur, kini juga Bira sudah ditata secara rapi menjadi kawasan wisata yang patut di andalkan. Berbagai sarana sudah tersedia, seperti perhotelan, restoran, serta sarana telekomunikasi, Pantai Bira berlokasi sekitar 41 km kearah timur dari kota Bulukumba, dengan pelabuhan penyeberangan Fery yang menghubungkan daratan Sulawesi Selatan dengan Pulau Selayar.
Pantai Tanjung Bira sangat indah dan memukau dengan pasir putihnya yang lembut seperti tepung terigu. Di lokasi, para pengunjung dapat berenang, berjemur, diving dan snorkling. Para pengunjung juga dapat menyaksikan matahari terbit dan terbenam di satu posisi yang sama, serta dapat menikmati keindahan dua pulau yang ada di depan pantai ini, yaitu Pulau Liukang dan Pulau Kambing, Namun siapa yang sangka dibalik pasir putihnya yang cantik dan menyenangkan. Airnya yang jernih, baik untuk tempat berenang dan berjemur kalau di sana juga terdapat tempat prostitusi atau sebut saja tempat pelacuran(PSK).
Pelacuran atau prostitusi adalah penjualan jasa seksual, seperti seks oral atau hubungan seks, untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah pekerja seks komersial (PSK). Dalam pengertian yang lebih luas, seseorang yang menjual jasanya untuk hal yang dianggap tak berharga juga disebut melacurkan dirinya sendiri. Di Indonesia pelacur sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa prilaku perempuan sundal itu sangat begitu buruk hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak ketertiban, Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian Agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum (Reno Bachtiar dan Edy Purnomo 2007)
Pekerjaan melacur sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan seputar mereka dari masa kemasa. Resiko yang dipaparkan pelacuran antara lain adalah keresahan masyarakat dan penyebaran Penyakit menular seksual, seperti AIDS merupakan resiko umum seks bebas tanpa pengaman seperti kondom.
Istilah PSK baru muncul di era reformasi, dulu itilah yang digunakan adalah WTS(Wanita Tuna Susila) Istilah WTS kemudian menimbulkan banyak protes, terutama dari pihak perempuan, misalnya apakah Tuna Susila hanya menjadi watak perempuan? Apakah tidak ada lagi laki-laki yang berwatak Tuna Susila?, karena itu sejalan dengan era reformasi maka munculah istilah baru yaitu Pekerja Seks Komersial (PSK). Istilah ini nampaknya sangat menjunjung harkat dan martabat wanita, dimana PSK mencoba mengangkat posisi dirinya agar setara dengan orang pencari nafkah atau pekerja lainnya (Reno Bachtiar dan Edy Purnomo 2007)
PSK biasanya hanya dilihat sari aspek kesusilaan, dan hanya ditujukan pada perempuan yang menjadi PSK nya, tetapi tidak kepada laki-laki atau konsumen yang menggunakan jasa mereka, dimana laki-laki yang membeli seks diberi istilah klien atau customer atau pelanggan.
Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seks dengan pola-pola organisasi impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi, dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang (promiskuitas), disertai eksploitasi dan komersialisasi seks yang impersonal tanpa afeksi.
Pelacuran adalah perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan tubuhnya untuk berbuat cabul secara seksual dengan mendapatkan upah. Kehadiran lokalisasi menimbulkan banyak perdebatan ada yang pro dan ada pula yang kontra terhadap hadirnya lokalisasi. Masyarakat yang pro pada umumnya merupakan masyarakat yang mempunyai kepentingan misalnya masyarakat yang sering datang menghabiskan malamnya bersama dengan seorang pelacur ataukah masyarakat yang bekerja di tempat tersebut, selain itu ada pula masyarakat yang kontra terhadap hadirnya sebuah lokalisasi sebab, kehadiran lokalisasi hanya akan memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan sekitar, masyarakat dan keluarga. Sesorang mudah terpengaruh terhadap lingkungan yang buruk apalagi ini banyak di ikuti oleh para anak muda sementara mereka adalah penerus bangsa dan negara.
Eksploitasi seks Adalah penggunaan serta pemanfaatan relasi seks semaksimal mungkinoleh pihak pria. Menurut Damardjati perilaku seks bebas memang sebuah potret kegelisahan zaman, anak remaja mencari eksistensi diri dengan segala kebebasan, namun justru terjerumus pada aktivitas yang tak terpuji. Perilaku seks bebas memang kasat mata, namun ia tidak terjadi dengan sendirinya melainkan di dorong atau di motivasi oleh faktor – faktor internal yang tidak dapat di amati secara langsung. Dengan demikian individu bergerak untuk melakukan perilaku seks bebas atau halusnya seks pranikah(Ratna, 2005)
A. Kategori pelacuran
Didalam buku (Kartini kartono 2009)menjelaskan beberapa kategori-kategori pelacuran diantaranya :
1. Pergundikan
2. Tante girang
3. Gadis penggilan
4. Gadis bar
5. Gadis juvenile delinguent
6. Gadis binal
7. Gadis taksi
8. Penggali emas
9. Hostes atau pramuria
Secara garis besarnya ciri-ciri khas dari seorang pelacur atau PSK adalah :
1. Wanita, lawan pelacur adalah gigolo (pelacur pria)
2. Biasanya cantik, ayu, rupawan, manis, atraktif, menarik
3. Muda
4. Pakaian mencolok, beraneka warna, eksentrik
5. Teknik seksual mekanistik, cepat, tidak hadir secara psikis
6. Mobile
7. Berasal dari strata ekonomi rendah
8. 60-80 % intelektual normal
Dibawah ini adalah motif yang menyebabkan sehingga seseorang melacurkan diri (Reno Bachtiar dan Edy Purnomo 2007) antara lain:
1. Faktor ekonomi. Permasalahan ekonomi yang sangat menyesakkan bagi masyarakat yang tidak memiliki akses ekonomi mapan. Jalan pintas mereka tempuh sehingga lebih mudah untuk mencari uang. Faktor ini bukanlah yang menjadi hal utama sehingga seseorang memilih menjadi seorang pelacur. Hal ini merupakan tuntutan hidup praktis mencari uang sebanyak-banyaknya bermodal tubuh/fisik. Mereka melakukannya bukan hanya demi diri sendiri, tapi orang tua, keluarga dan anak.
2. Faktor kemalasan. Mereka malas untuk berusaha lebih keras dan berpikir lebih inovatif dan kreatif untuk keluar dari kemiskinan. Persaingan hidup membutuhkan banyak modal baik uang, kepandaian, pendidikan, dan keuletan. Kemalasan ini diakibatkan oleh faktor psikis dan mental rendah, tidak memiliki norma agama, dan susila menghadapi persaingan hidup. Tanpa memikirkan semua itu, hanya modal fisik, kecantikan, kemolekan tubuh, sehingga dengan mudah mengumpulkan uang.
3. Faktor pendidikan. Mereka yang tidak bersekolah sangat mudah sekali terjerumus kelembah pelacuran. Daya pemikiran yang lemah menyebabkan mereka melacurkan diri tanpa rasa malu. Mungkin kebodohan telah menuntun mereka untuk menekuni profesi pelacuran. Hal ini terbukti ketika ditemukan pelacur belia berusia belasan tahun ditemukan di lokalisasi. Bukan berarti yang berpendidikan tinggi tidak ada yang berprofesi sebagai pelacur.
4. Niat lahir batin. Hal ini dilakukan karena niat lahir batin telah muncul dibenaknya untuk menjadi pelacur yang merupakan jalan keluar terbaik, tidak perlu banyak modal untuk menekuninya, mungkinhanya perlu perhiasan menarik, parfum wangi, penampilan menarik, keberanian merayu, keberanian diajak tidur oleh orang yang baru dikenal. Niat lahir batin ini diakibatkan oleh lingkungan keluarga yang berantakan, tidak ada didikan dari orang tua yang baik, tuntutan untuk menikmati kemewahan tanpa usaha yang keras, atau pengaruh dari diri sendiri terhadap kenikmatan duniawi.
5. Faktor persaingan. Kompetisi yang keras di perkotaan, membuat kebimbangan untuk bekerja di jalan yang benar. Kemiskinan, kebodohan, dan kurangnya kesempatan kerja di sektor formal membuat mereka bertindak kriminal, kejahatan, mengemis di jalan-jalan, dan jadi gelandangan. Bagi perempuan yang muda yang tidak kuat dengan godaan kehidupan duniawi, lebih baik memilih jalur “aman” menjadi pelacur karena cepat mendapatkan uang dan bisa bersenang-senang.
6. Faktor sakit hati. Faktor sakit hati maksudnya, seperti gagalnya perkawinan, perceraian, akibat pemerkosaan, melahirkan bayi tanpa memiliki laki-laki yang bertanggung jawab, atau gagal pacaran karena pacarnya selingkuh. Lalu mereka marah terhadap laki-laki yang akhirnya menjadi pelacur adalah jalan keluar untuk mengobati sakit hatinya.
7. Tuntutan keluarga. Seorang pelacur mempunyai tanggung jawab terhadap orang tuanya, atau anak-anak yang masih membutuhkan uang SPP. Setiap bulan harus mengirimkan uang kepada orang tuanya, dan bagi mereka yang punya anak uang kiriman harus ditambah untuk membeli susu atau pakain.
Masalah-masalah yang timbul dari adanya tempat prostitusi atau PSK (Pekerja Seks Komersial) adalah :
1. Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti Gonorrhoe, HIV/AIDS, siphilis, Klamidia
2. Timbul kehamilan yang pada umumnya tidak diinginkan
3. Timbul Kekerasan
4. Mengganggu ketenangan lingkungan tempat tinggal
Faktor-faktor yang menyebabkan PSK dianggap sebagai pekerjaan yang tidak bermoral :
a. Pekerjaan ini identik dengan perzinahan yang merupakan suatu kegiatan seks yang dianggap tidak bermoral oleh banyak agama
b. Perilaku seksual oleh masyarakat dianggap sebagai kegiatan yang berkaitan dengan tugas reproduksi yang tidak seharusnya digunakan secara bebas demi untuk memperoleh uang.
c. Pelacuran dianggap sebagai ancaman terhadap kehidupan keluarga yang dibentuk melalui perkawinan dan melecehkan nilai sakral perkawinan.
d. Kaum wanita membenci pelacuran karena dianggap sebagai pecuri cinta dari laki-laki (suami) mereka sekaligus pencuri hartanya.
Bira yang selama ini orang kenal sebagai tempat pariwisata karena keindahannya yang begitu memikat hati ternyata di jadikan juga sebagai tempat prostitusi yang terselubung yang dapat meresahkan warga sekitar.
PSK yang ada di Bira berbeda halnya dengan PSK yang ada di Makassar, PSK yang ada di Bira umumnya melayani tamu dengan minuman mereka tidak serta merta dipajang didepan kemudian pelanggan datang dan memilih perempuan mana yang akan ditemani untuk berkencan. Berdasarkan dengan pemikiran inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul sikap masyarakat terhadap kehadiran PSK Di Tanjung Bira, dengan harapan penilitian ini dapat bermanfaat bagi saya setelah menyelesaikan S-1 Sosiologi.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
0 komentar:
Posting Komentar