Pages

Kamis, 14 Februari 2013

Profil Sosial Ekonomi Perempuan Pengumpul Semen Buangan Di Desa Biring Ere Kec. Bungoro Kab. Pangkep (SO-16)

Kemajuan zaman diiringi dengan berkembangnya informasi dan tingkat kemampuan intelektual manusia, bersama dengan hal itu peran perempuan dalam kehidupan pun terus berubah untuk menjawab tantangan zaman, tak terkecuali mengenai peran perempuan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Biasanya, tulang punggung kehidupan keluarga adalah pria atau suami, tapi kini para perempuan banyak yang berperan aktif untuk mendukung ekonomi keluarga.
Menurut konsep ibuisme, kemandirian perempuan tidak dapat dilepaskan dari perannya sebagai ibu dan istri. Perempuan dianggap sebagai makhluk sosial dan budaya yang utuh apabila telah memainkan kedua peran  tersebut dengan baik. Mies (dalam Abdullah : 2006) menyebutkan fenomena ini house wifization karena peran utama perempuan adalah sebagai ibu rumah tangga yang harus memberikan tenaga dan perhatiannya demi kepentingan keluarga tanpa boleh mengharapkan imbalan, prestise serta kekuasaan. Bahkan tak jarang perempuan mempunyai tingkat penghasilan yang lebih memadai untuk mencukupi kebutuhan keluarga dibanding suaminya. Dengan pendapatan yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa perempuan ikut berusaha untuk keluar dari kemiskinan meski semua kebutuhan keluarga tidak terpenuhi.
Peran atau role menurut Suratman (dalam Pujiwulansari : 2011) adalah fungsi atau tingkah laku yang diharapkan ada pada individu seksual, sebagai satu aktivitas menurut tujuannya dapat dibedakan menjadi dua:

1. Peran publik, yaitu segala aktivitas manusia yang biasanya dilakukan dilluar rumah dan bertujuan untuk mendatangkan penghasilan.
 2. Peran domestik, yaitu aktivitas yang dilakukan di dalam rumah dan biasanya tidak dimaksudkan untuk mendatangkan penghasilan melainkan untuk melakukan kegiatan kerumahtanggaan. Peran yang dilakukan para perempuan atau ibu rumah tangga karena ingin kondisi kesejahteraan yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, persiapan materi berbagai jaminan masa depan kehidupannya, ketentraman dan keamanan.
Adanya anggapan dalam masyarakat kita bahwa perempuan bersifat memelihara, rajin, dan tidak cocok menjadi kepala rumah tangga, maka akibatnya semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Oleh karena itu beban kerja perempuan yang berat dan alokasi waktu yang lama untuk menjaga kebersihan dan kerapihan rumah tangga, mulai dari mengepel lantai, memasak, merawat anak, dan sebagainya.
Namun seiring dengan perkembangan zaman, tingkat modernisasi dan globalisasi informasi serta keberhasilan gerakan emansipasi wanita dan feminisme, wanita semakin terlibat dalam berbagai kegiatan. Peran ganda perempuan bukan lagi sebagai hal yang asing. Muhammad Asfar (dalam Pujiwulansari : 2011) menyatakan bahwa perempuan tidak lagi hanya berperan sebagai ibu rumah tangga yang menjalankan fungsi reproduksi, mengurus anak dan suami atau pekerjaan domestik lainnya, tetapi sudah aktif berperan di berbagai bidang kehidupan baik  sosial, ekonomi, maupun politik. Kecenderungan peran perempuan mempunyai peran ganda dalam keluarga miskin meningkat. Di kalangan keluarga miskin, beban berat harus dikerjakan sendiri  apalagi selain harus mengerjakan tugas-tugas domestik, mereka masih juga dituntut harus bekerja, sehingga perempuan memikul beban kerja ganda. Dalam kaitannya dengan beban ganda tersebut, menyebutkan bahwa perempuan tidak saja berperan ganda akan tetapi perempuan memiliki triple role (triple burden): peran reproduksi, yaitu peran yang berhubungan dengan peran tradisional di sektor domestik, peran produktif, yaitu peran ekonomis di sektor publik, dan peran sosial, yaitu peran di komunitas ( J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006:345)
Paradigma pembangunan yang dominan dan dianggap telah mapan adalah paradigma pembangunan yang hanya mengutamakan faktor ekonomi, khususnya adalah pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan. Oleh karena itu, meskipun pertumbuhan ekonomi di negara ini dikatakan semakin maju, namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat miskin (terutama pada kelompok perempuan warga miskin). Kenyataan menunjukkan bahwa hasil pembangunan belum secara merata dapat dinikmati. Artinya, pembangunan belum memberi manfaat secara adil baik kepada laki-laki maupun perempuan.
Strategi ekonomi rumah tangga miskin di pedesaan dalam menghadapi kondisi kemiskinan mencakup upaya-upaya alokasi sumber daya khususnya tenaga kerja di sektor produksi. Di sektor produksi, rumah tangga pedesaan di Indonesia menerapkan pola nafkah ganda sebagai bagian dari strategi ekonomi. Dalam pola itu sejumlah anggota rumah tangga usia kerja terlibat mencari nafkah di berbagai sumber, baik di sektor pertanian maupun luar pertanian, dalam kegiatan usaha sendiri maupun sebagai buruh. Bagi rumah tangga miskin, arti pola nafkah ganda itu adalah strategi bertahan hidup dimana sektor luar pertanian merupakan sumber nafkah penting untuk menutupi kekurangan dari sektor pertanian (Pujiwulansari : 2011).
Para ibu dari keluarga-keluarga yang berpenghasilan rendah umumnya melakukan peran ganda karena tuntutan kebutuhan hidup bagi keluarga, meskipun suami berkewajiban sebagai pencari nafkah yang utama dalam keluarga. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi istri untuk bekerja sebagai penambah penghasilan keluarga.
            Dalam upaya mencapai hidup sejahtera, perempuan setiap hari berusaha agar segenap perannya baik sebagai ibu rumah tangga maupun pencari nafkah sebagai pekerja di sektor informal. Untuk itu mereka mengatur waktu sedemikian rupa sehingga semua peran yang disandangnya dapat dilaksanakan dengan seimbang. Kendati demikian pasti ada kendala yang akan dialami dalam melaksanakan peran gandanya tersebut, salah satu masalah penting jika wanita memasuki sektor publik atau bekerja diluar rumah tangga adalah pembinaan keluarga akan terbengkalai dan terabaikan. Karena itu, meskipun wanita diperbolehkan untuk bekerja disektor publik, dia tidak boleh menelantarkan sektor domestik dan pengasuhan anak-anaknya.
            Salah satu contoh masuknya perempuan dalam dunia kerja di sektor informal dengan tujuan untuk menambah penghasilan keluarga adalah perempuan-perempuan yang bertempat tinggal di Desa Biring Ere,  Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep yang bekerja sebagai pengumpul semen buangan.
Desa Biring Ere merupakan salah satu desa yang lokasinya berdekatan dengan lokasi pabrik industri Semen Tonasa. Pabrik Tonasa adalah produsen semen terbesar di kawasan timur Indonesia yang menempati lahan seluas 715 hektar di desa Biring Ere, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, sekitar 68 kilometer dari kota Makassar. PT Semen Tonasa yang memiliki kapasitas terpasang 3.480.000 metrik ton semen pertahun ini  mempunyai 3 unit pabrik yaitu Tonasa II,III, dan IV. Ketiga unit pabrik tersebut menggunakan proses kering dengan kapasitas masing-masing 590.000 ton semen per tahun untuk unit II dan III serta 2.300.000 ton semen per tahun untuk unit IV.
Semen Tonasa yang beroperasi resmi sejak tahun 1968 tumbuh berkembang dengan dukungan 7 unit pengantongan semen yang melengkapi saran distribusi penjualan ke wilayah utama pemasaran di kawasan timur Indonesia. Unit pengantongan semen tersebut berlokasi di Makassar, Bitung, Palu, Banjarmasin, Bali, dan Ambon dengan kapasitas masing-masing 300.000 ton semen pertahun kecuali Makassar, Samarinda dan Bali dengan kapasitas 600.000 ton semen pertahun dan Palu dengan kapasitas 175.000 ton semen pertahun. Sarana pendukung operasi lainnya yang berkontribusi besar terhadap pencapaian laba perusahaan adalah unit pembangkit listrik tenaga uap atau Boiler Turbin Generator (BTG) Power Plant dengan kapasitas 2 X 25 MW yang berlokasi dekat dengan pabrik di desa Biringkassi, Kabupaten Pangkep, sekitar 17 km dari lokasi pabrik.
Lahan tempat ibu-ibu mengumpulkan semen buangan dari pabrik berjarak 1km dari desa tersebut. Namun, ibu-ibu yang mengambil semen buangan sebenarnya melakukan pekerjaannya dengan sembunyi-sembunyi sebab lokasi tersebut masih berada di dalam lokasi pabrik. Tidak jarang dari mereka ada yang kedapatan oleh satpam perusahaan sehingga mereka harus lari tunggang langgang mencari tempat persembunyian agar tidak ditangkap. Namun, mereka tidak jera melakukan pekerjaan itu sebab itulah salah satu cara yang dapat mereka lakukan untuk dapat membantu suami untuk menambah penghasilan keluarga. Mereka biasanya berangkat pada pukul 7 atau 9 pagi setelah menyelesaikan pekerjaan utamanya sebagai ibu rumah tangga. Biasanya mereka dapat mengumpulkan sedikitnya satu atau dua karung semen buangan tapi hasil itu tidak selalu sama tiap waktu bergantung dari berapa banyak semen yang dibuang.
Melihat adanya fenomena sosial ini maka penulis memutuskan untuk meneliti lebih jauh tentang “Profil Sosial Ekonomi Perempuan Pengumpul Semen Buangan Di Desa Biring Ere, Kabupten Pangkep”

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

0 komentar:

Posting Komentar